Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setidaknya Ada Empat Alasan yang Akan Membuatmu Tergila-gila pada Fisika

10 Maret 2017   22:13 Diperbarui: 10 Maret 2017   22:57 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alasan pertama adalah untuk sebuah kegembiraan. Dengan fisika kamu tidak akan melihat dunia dengan cara yang sama. Dan mengapa ini menarik? Michio Kaku dan fisikawan lainnya sering sekali mengatakan bahwa dengan fisika mereka tidak bisa hanya mengatakan bahwa, “Dia sedang berdiri di pintu,” saat sedang melihat seseorang berdiri di pintu atau, “Dia sedang duduk di kursi,” saat melihat seseorang duduk di kursi dan, “Saya sedang bercermin,” saat mereka sendiri sedang bercermin. Oleh karena itu, jika mereka sedang selfie di cermin, saya membayangkan mereka tidak hanya bisa sekedar bilang bahwa mereka sedang selfie. Aku membayangkan mereka, dengan mata yang berbinar-binar, setidaknya bisa menjelaskan lima atau lebih.

Pertama, barangkali sehabis mandi sementara bercermin, dia bisa saja mengatakan kepada bayangannya di cermin, “Hey, kamu bukanlah saya yang sekarang, bukan pula saya di masa depan, kamu hanyalah masa lalu saya yang kira-kira mendekati sepermilyar detik yang lalu. Sepermilyar detik adalah waktu yang dibutuhkan bagi cahaya memantul dari tubuh saya ke cermin dan memantul lagi ke mata. Karena laju cahaya besarnya kira-kira 3 x 108 (atau 0,3 milyar) meter per detik, dan katakanlah jarak antara saya dan cermin sekitar setengah meter sehingga jarak total yang ditempuh cahaya dari tubuh saya ke cermin dan ke mata saya adalah kira-kira semeter. Oleh karena itu, dengan membagi jarak dengan kecepatan, waktu tempuhnya diperoleh dengan kisaran kira-kira mendekati sepermilyar detik. Memang tidak ada konsep “sekarang” dalam fisika. Masa lalu, masa kini dan masa depan, itu hanyalah ilusi, kata Einstein. Sebab sementara kita mengatakan “sekarang”, beberapa detik sudah berlalu dan “sekarang” yang dimaksud sudah menjadi masa lalu.

Kedua, dia tidak akan berpikir bahwa ia hanya sedang berdiri tetapi sebenarnya ia sedang melawan gaya gravitasi bumi dengan besar gaya yang setara massa tubuhnya dikalikan percepatan gravitasinya, anggaplah massa tubuh rata-rata manusia dewasa sebesar 65 kilogram dan karena percepatan gravitasi bumi sebesar 10 meter per detik kuadrat maka gayanya sebesar 650 newton. Ia tidak sekedar diam tetapi sedang bergerak melingkar mengikuti rotasi bumi dengan kecepatan 1.669,97 kilometer per jam, bergerak mengikuti revolusi bumi terhadap matahari dengan kecepatan 107.500 kilometer per jam, bergerak mengikuti galaksi dan bahkan semesta.

Ketiga, dia akan berpikir sebenarnya dirinya hampir tidak ada di sana. Karena kita sebenarnya terdiri dari milyaran atom Karbon, Oksigen, Nitrogen dan karena atom adalah 99,99% ruang kosong, itu berarti kita nyaris tidak ada. Sebagai perbandingan, karena jari-jari atom nilainya mendekati 10-8 cm dan jari-jari inti atom nilainya mendekati 10-12 cm, maka volume inti atom adalah setara dengan sepersepuluh milyar volume atom.

Keempat, untuk mengambil foto dari sudut yang tepat, dia perlu menaikkan tangannya ke atas. Dia membutuhkan energi untuk melakukan itu dan energi yang digunakannya didapatkan dari massa, yaitu makanan yang ia makan. Jika ia menaikkan tangannya lebih tinggi, ia akan membutuhkan lebih banyak energi dan itu berarti membutuhkan lebih banyak makanan. Dan untuk berjaga-jaga segera setelah selesai selfie, ia akan ke dapur dan menyantap semangkok besar sup, ia harus memikirkan bagaimana caranya menggunakan energi seefisien mungkin. Bagaimana caranya foto selfie diambil dengan frekuensi yang paling sedikit tetapi menghasilkan foto dengan sudut pengambilan yang sempurna.

Kelima, ponsel memiliki energi potensial karena posisinya. Besarnya bisa dihitung dengan mengalikan massa, percepatan gravitasi bumi dan jaraknya ke lantai. Katakanlah massa ponsel kira-kira sepersepuluh kilogram, percepatan gravitasi bumi sepuluh meter per detik kuadrat dan jarak antara ponsel dan lantai kira-kira 1,25 meter. Oleh karena itu, energi potensial yang dimiliki ponsel adalah sebesar 1,25 Joule. Jika posisinya dibuat lebih tinggi maka energi potensialnya akan menjadi lebih besar. Energi potensial yang besar artinya resiko kerusakan yang akan dialami ponsel akan menjadi semakin besar jika jatuh. Dengan memikirkan resiko itu, ia segera mengambil handuk untuk mengelap baik tangan dan ponsel agar meminimalkan slip.

Keenam, ketika foto diambil, suara yang terdengar dari ponsel—yang sebenarnya pada awalnya adalah getaran yang merambat dan mengirimkan energinya ke segala arah termasuk gendang telinganya dengan laju kira-kira 340 meter per detik dan karena jarak antara ponsel dan telinganya sekitar setengah meter—akan terdengar dalam seperseratus detik saja. Segera setelah ia mendengar suara “jepret” dari ponselnya, ia tahu bahwa agenda selfie pagi itu selesai.

Tidakkah itu menarik mengetahui bahwa semua yang terjadi di semesta ini tampak beralasan dan tidak tampak seperti permainan dadu belaka?

Alasan yang kedua adalah mengajarkan kerendahan hati. Bahwa fisika itu dengan segala kerendahan hatinya mengakui bahwa ia hanyalah sedikit saja yang mampu diketahui oleh manusia sampai saat ini dan membuat kita menyadari bahwa kita sebenarnya hampir tidak ada. Mengapa demikian? Kita hanyalah 0,03 % sedangkan bintang-bintang dan benda langit lainnya totalnya hanya 4 % dari keseluruhan semesta dan sisanya adalah energi gelap (dark energy) 73 % dan materi gelap (dark matter) 23 % yang belum ada penjelasan memadai bagi keduanya. Tidakkah ini pekerjaan rumah bagi kalian para generasi muda untuk meneruskan estafet penemuan para pendahulu kita yang luar biasa? Michio Kaku dalam beberapa video di salurannya di youtube sering sekali menegaskan bahwa fisika membutuhkanmu. Yeah, it needs you badly.

Alasan yang ketiga adalah kebutuhan. Carl Sagan pernah mengatakan bahwa sains itu lebih dari sekedar pengetahuan. Itu adalah cara berpikir. Kita hidup di sebuah era yang berbasis sains dan teknologi dan jika kita tidak memahaminya lalu siapa yang akan membuat semua keputusan yang berkaitan dengan sains dan teknologi yang akan menentukan masa depan seperti apa yang akan anak cucu kita tempati kelak.

Saya membayangkan orang-orang yang hari ini sedang serius mendalami sains pada akhirnya akan menjadi dua, pertama menjadi penemu yang kelak akan menemukan pembaharuan-pembaharuan yang berkontribusi bagi perkembangan teknologi. Kedua, menjadi para engineer yang akan menggunakan penemuan tersebut untuk menyambung tangan dari pabrik ke masyarakat untuk memanfaatkan teknologi tersebut.

Selain kedua orang itu saya membayangkan kelak ada sebagian orang yang duduk di pemerintahan yang akan berdiskusi mengenai permasalahan-permasalahan lingkungan, sosial dan sebagainya yang berkaitan dengan adanya perkembangan teknologi terbaru itu. Saya membayangkan kelak ada sebagian orang yang semua pekerjaannya akan mempertimbangkan produk-produk teknologi lainnya untuk mempermudah pekerjaannya baik itu di kantor-kantor bahkan di sekolah-sekolah.

Saya membayangkan semua orang kelak akan menjadi orang tua, guru, dan atau pemuka agama yang akan memiliki peran paling penting untuk mengajarkan bagaimana menggunakan produk teknologi yang tepat dan mengontrol semua kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi yang kurang tepat bagi anak cucu kita. Dan bayangkan jika kita tidak memahaminya sekarang. Bagaimana kita bisa bijak menyikapi semua yang berkaitan dengan sains dan teknologi nanti? 

Alasan keempat adalah untuk menemukan Tuhan. Barangkali alasan mengapa pada akhirnya hampir semua ilmuwan akan menghadapi pertanyaan yang sama yaitu tentang apakah ia mempercayai Tuhan atau tidak dikarenakan orang-orang ingin tahu apakah ia mengenal atau mengakui penciptanya atau tidak setelah ia mengetahui lebih banyak daripada yang diketahui oleh orang-orang kebanyakan. Atau barangkali, jauh dibenak banyak orang, mereka sebenarnya ingin keyakinannya diakui sebagai kebenaran oleh orang-orang yang dianggap lebih banyak tahu. Meskipun seperti semua pertanyaan yang kadang tersesat, sebagian besar jawabannya pun tidak pernah menemukan rumah yang benar. Pertanyaannya masih ada, masih di tempat yang sama, belum terselesaikan. Saya ingin menegaskan bahwa kata barangkali menunjukkan itu hanyalah sebatas asumsi saya saja. Terserah pembaca hendak memikirkan asumsi-asumsi lainnya.

Sampai di sini, apakah keempat alasan itu belum cukup bagimu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun