"Halo!"
Akhirnya aku berjumpa dengan kau dan kuucapkan
"Halo!"
Tahukah kau, aku sudah melatihnya berkali-kali di cermin jauh sebelum aku dipertemukan lagi dengan kau dan kuucapkan
"Halo!"
Tahukah kau, betapa aku berharap bibirku ini mengucapkannya dengan nada dan mimik wajah yang tepat seperti ketika aku melatihnya berkali-kali dan bukannya dengan bibir yang bergetar dan air mata yang tak tahu caranya untuk surut saat pertama kali kuucapkan lagi
"Halo!"
Tahukah kau, aku bertanya-tanya apakah kau tahu betapa aku menanti tibanya hari ini serupa menanti matangnya alpukat mengkal pemberianmu saat kuperam seminggu dulu saat kau menyambut sapaku dan membalasnya
"Halo!"
Tahukah kau, bahwa ini membuatku mengerti seharusnya aku tak pernah membuatmu menanti, atau lebih tepatnya aku harusnya sadar bahwa jika waktu bisa membuat warna kerudung yang terakhir kali kau beri memudar, cinta dan hal-hal lain pun mungkin tak pula jauh beda, terlebih ia tak pernah bisa digenggam dan disimpan dalam almari dan bahwa aku harus merelakannya saat kuucapkan
"Halo!"