Assalamu'alaikum, Selamat pagi Sahabat Kompasiana yang berbahagia, Pagi ini saya berharap sahabat semua akan memeroleh keberkahan dari setiap aktivitas yang dilakukan. Aamiin.
Sahabat, Masyaa Allah, membaca tulisan sahabat Endah, pikiran perasaan seakan melayang ke beberapa puluh tahun silam. Ketika Radio masih sangat diidolakan oleh pendengarnya. Uraian Bu Endah yang mengungkap begitu lengkap tentang Radio dengan berbagai keistimewaan masing-masing studio. Luar biasa. Rupanya Bu Endah ini penggemar siaran radio. Dan sepertinya yang selalu didengarkan Radio Siaran Swasta Nasional. Beberapa stasiun radio disebutkan. Tentu itu adalah stasiun radio yang terkenal di tempat tinggalnya.Â
Saya jadi teringat stasiun radio swasta yang terkenal di Kota Semarang. Radio Gajahmada FM, Radio Jatayu FM, Radio PTDI, Radio Fiska Sakti yang kemudian berubah nama menjadi Suara Semarang  FM setelah pindah pengelolaan dari Instansi Pajak ke Suara Merdeka Grup, Radio Imelda FM, Radio KISS  FM, Radio Pasopati FM dan banyak lagi yang lainnya, dan tentu jangan lupa RRI Stasiun Semarang yang selalu mengudara dengan semboyan Sekali di Udara Tetap di Udara.Â
Setiap stasiun radio pasti memiliki pendengar fanatiknya masing-masing. Saya sengaja menggunakan istilah fanatik, yang lebih dipahami oleh khalayak pada masa itu. Sekarang kita menyebutnya dengan komunitas. Keunikan dari para penggemar fanatik ini, mereka mempunyai organisasi yang secara periodik dan rutin melakukan kopdar. Tetapi pada umumnya para pendengar dengan kegemaran pada program siaran tertentu, lebih sering mengunjungi langsung ke stasiun radio, berkenalan, dan berbincang, bercanda akrab dengan para penyiar idaman mereka. Jadi selain para pendengar ini memiliki program siaran yang diidolakan, mereka juga mengidolakan para penyiarnya.Â
Mengingat masa-masa itu sungguh sangat mengharukan. Karena pada umumnya studio tidak terlalu luas, bahkan ada lo yang hanya terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan yang  tidak terlalu luas untuk siaran dan satu ruangan untuk umum dengan perabotan yang sangat terbatas. Anehnya para penggemar fanatik ini rela hati duduk nglesot (duduk di lantai), berhimpit-himpitan. Sesekali mereka tertawa cekikikan, apalagi jika mendengar namanya disebut oleh sang penyiar. Melalui kaca pembatas ruang mereka akan melambaikan tangan atau memberikan senyum gembira kepada penyiar yang sedang on air di dalam. Barangkali maksudnya sebagai ucapan terima kasih ya. Kopdar di antara para penggemar kadang berlanjut sampai di banyak kegiatan. Kegiatan yang paling sering adalah Piknik.
Ada perbedaan yang sangat jelas antara siaran RRI dengan Radio Siaran Swasta Nasional yang sering disebut dengan RSSN. Jika RSSN memiliki program siaran yang relatif memanjakan penggemarnya, berbeda dengan RRI yang memang merupakan corong Pemerintah. Di radio swasta kita akan sering diganggu dengan hadirnya Iklan yang seringkali memotong lagu, atau program siaran yang sedang berlangsung. Meskipun begitu para pendengar ini tetap setia berada di dekat pesawat radio mereka. Saya jadi ingat, sempat meloncat bahagia ketika nama saya disebut. Itu artinya kartu pos saya dibaca. Biasanya tulisan tangan pendengar ini akan ditambah dengan bumbu-bumbu (kata-kata indah) penyiar yang serasa mendekatkan kita dengan siapa yang sedang kita tuju atau kita kirimi salam. Ada saja ucapan penyiar dengan desah yang khas membuat kita tersanjung. Tidak jarang antara penyiar dan penggemar akhirnya berlanjut ke jalinan kasih.Â
Apakah RRI tidak menarik? Oh... bagi saya RRI mempunyai tempat tersendiri di sudut hati yang paling dalam. Suara penyiarnya yang berat, dengan aksen formal, bahasa dan gaya bahasa yang teratur, tak kalah menimbulkan rind
Penggemar RRI juga memiliki organisasi, namanya PPRSNI (Persatuan Penggemar Radio Siaran Nasional Indonesia). Bedanya di organisasi ini, pada umumnya terdiri dari orang dewasa, bahkan boleh dikatakan sudah sepuh (tua). Komunitas ini sesekali juga menyelenggarakan kopdar atau temu pendengar setia. Biasanya bersamaan dengan Peringatan Hari Radio, 11 September. Acara ini didukung oleh satasiun RRI. Tentu saja acaranya sedikit lebih formal dibandingkan dengan temu pendengar setia di stasiun-stasiun radio swasta. Meskipun begitu tidak menghalangi keakraban dengan para penyiar dan sesama anggota PPRSNI.Â
Menurut saya siaran RRI sangat membantu kita, selain hadir di waktu-waktu penting dan strategis, misalnya pagi hari, siang hari bahkan di malam hari. Sapaan para penyiarnya memompakan motivasi untuk beraktivitas pada hari  itu. Tidak ketinggalan disertai pesan-pesan yang mendidik. Siaran Berita, selain berita daerah, juga ada Siaran Berita Nasional yang direlay dari Stasiun Pusat RRI di Jakarta dengan musik pengantarnya yang khas. Jam-jam siaran RRI terutama Siaran Berita bahkan dijadikan patokan warga masyarakat dalam berkegiatan sehari-hari. Misalnya saat terdengar Siaran Berita Nasional dari Jakarta pada Pukul 06.00, Ibu akan ngopyaki anak-anaknya, "Hayo...hayo, sudah Jam enam cepat sarapan, nanti terlambat sekolah!".
Siaran radio tetap kita butuhkan. RRI maupun Radio-Radio swasta. Â Masing-masing memiliki segmen pendengar yang berbeda. Sekali di Udara Tetap di Udara. Baiklah Sobat, cerita tentang radio kita sudahi dulu. Â Salam Literasi! Wassalamu'alaikum,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H