Mohon tunggu...
Ruslan H
Ruslan H Mohon Tunggu... -

Technology Enthusiast, sms : 0881-136-5932

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Memblokir Google, Apa Dampaknya Bagi Netizen Indonesia?

10 Juni 2016   07:23 Diperbarui: 10 Juni 2016   11:19 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: searchengineland.com

Dari Paris ada kabar bahwa peluncuran satelit yang dimiliki Bank BRI dijadwalkan tanggal 16 Juni 2016 dari Kourou, French Guiana. Indonesia akan memasuki babak baru untuk memiliki perbankan modern di abad digital ini. Sementara itu ada berita yang kontras dari dalam negeri, yaitu sekelompok cendekiawan menginginkan search engine Google diblokir.

Internet tanpa search engine akan menjadi seonggok sampah digital yang kurang bermanfaat. Bermilyar-milyar halaman web akan berserakan pada server-server di seluruh dunia. Informasi yang terdapat pada halaman web ini secara fisik ada di suatu server tertentu, tapi masyarakat tidak tahu cara menemukan informasi tersebut. Seperti menemukan jarum yang terjatuh pada seonggok jerami. Bendanya ada, tapi untuk menemukannya memerlukan kesabaran sangat tinggi. Inovasi berupa software search engine ini adalah berkah bagi manusia untuk bisa memanfaatkan potensi internet sebesar mungkin untuk kemaslahatan umat manusia.

Kemampuan internet untuk menampilkan informasi melalui medium telekomunikasi ini bisa menjadi berkah bagi sebagian orang. Sebagian kecil orang akan menganggap ini sebagai bencana. Sejak jaman dulu orang selalu mengandalkan komunikasi masa untuk strateginya, salah satu tujuannya untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa penguasa di negara tertentu menutup telinga rakyatnya dari informasi informasi luar. Negara-negara seperti Cuba dan Korea Utara masih mempraktikkan cara ini dengan level sangat ketat. Internet dilarang. Hanya elit tertentu yang bisa mengaksesnya. Tiongkok juga menerapkan sensor sebagian dari materi materi yang dilarang dilihat oleh warganya.

Keterbukaan informasi adalah berbahaya untuk sebagian orang. Mereka adalah orang yang mendapat keuntungan dengan tertutupnya informasi. Karena itu sebagian orang ini menginginkan ditutupnya informasi untuk melanggengkan status quo. Dalam kondisi darurat seperti perang adalah biasa untuk menutup informasi. Pada saat kerusuhan Mei 1998 Pak Harto mengambil keputusan untuk mengadakan pooling seluruh stasiun TV. Seluruh stasiun TV diharuskan menyiarkan berita yang berasal dari pemerintah. Jaman itu internet masih sedikit penggunanya dan Twitter belum ada. Mundur ke belakang di jaman Perang Dunia II, Hitler juga menutupi informasi kekalahan tentaranya pada berbagai front, Hirohito juga menutupi kekalahan armada angkatan lautnya dari Amerika di kawasan Pasifik. Seluruh surat kabar dan radio dilarang untuk menyiarkan kabar buruk ini.

Pemblokiran informasi harus mempertimbangkan antara manfaat dan mudharat nya bagi masyarakat umum. Bukan untuk segelintir manusia yang mempunyai interest tertentu. Perkembangan belakangan ini berupa penyebaran internet ke berbagai gadget membuat semakin banyak orang bisa mengakses internet yang bisa dikatakan hanya di ujung jarinya. Implikasinya adalah semakin sulit untuk mengontrol materi apa saja yang diperbolehkan untuk dilihat masyarakat. Kesulitan pemblokiran informasi seperti ini adalah harus memilah berbagai macam materi yang ada di internet. Ini bukanlah pekerjaan mudah. Pemerintah Tiongkok harus mengeluarkan tenaga dan biaya sangat besar untuk mengontrol informasi ini. Seperti kita ketahui Tiongkok menerapkan sensor terhadap materi pornografi.

Google Doodle menyambut Euro 2016 (Sumber gambar: screen capture di laptop)
Google Doodle menyambut Euro 2016 (Sumber gambar: screen capture di laptop)
Cara paling mudah untuk memblokir informasi dari luar adalah dengan dengan memutus koneksi ke backbone internet. Seluruh warga tidak akan bisa mengakses internet. Seluruh materi internet tanpa dipilah-pilah tidak akan bisa dilihat oleh warga. Warga akan mundur ke abad kegelapan. Jika mau blokir cara memilah milah, maka tenaga dan biaya yang dikeluarkan akan sangat besar. Seperti di Tiongkok itu harus menyiapkan tenaga tukang blokir yang setiap detik matanya memelototi berjuta juta website baru yang dianggap harus diblokir. Cara ini pun tidak menjamin seratus persen kedap kebocoran. Tiongkok bisa mengeluarkan biaya dan tenaga sedemikian besar, karena tujuan utama Tiongkok memblokir adalah mengawasi warganya untuk tidak membahayakan ideologi negara. Karena itu pemblokiran situs pornografi sekalian disatukan saja dengan pemblokiran informasi anti ideologi untuk warganya.

Indonesia pun sebetulnya sudah menerapkan blokir untuk situs situs pornografi. Sebagian IP address untuk situs ini sudah masuk ke dalam blacklist. Hanya saja karena pertumbuhan situs situs baru yang mengusung pornografi sangat besar, maka petugas blokir yang harus memasukkan secara manual tidak bisa mengejarnya. Akhirnya beberapa materi pornografi masih lolos bisa dilihat masyarakat. Mungkin karena situasi seperti ini akhirnya memunculkan ide 'brilliant' dari sekelompok 'cendekiawan', yaitu memblokir salah satu mesin pencarinya yang bernama Google.

Awal awal munculnya internet di Amerika yang digunakan untuk keperluan militer tujuannya hanya digunakan mengakses server lain salah satu server tidak berfungsi , misalnya terjadi serangan nuklir. Internet juga dimanfatkan untuk mengirim email saja. Demikian juga di Indonesia pada jaman kuno itu internet hanya digunakan institusi pemerintahan. Universitas banyak yang terhubung dengan internet. Masyarakat awam cuma melongo saja. Tidak ada yang namanya search engine, karena saat itu memang tidak diperlukan.

Search engine baru muncul di dekade 90-an seiring penggunaan internet untuk world wide web. Google bukanlah search engine yang pertama. Yahoo muncul lebih duluan dari Google meskipun saat ini Yahoo kalah pamor. Pernah ada suatu search engine yang sangat terkenal di dekade 90-an yaitu Altavista. Sekarang sudah mati. Jadi sekarang ini pun Google tidak sendirian berkiprah di bisnis search engine. Masih ada search engine yang lain seperti: WebCrawler, Lycos, Daum, Excite, SAPO, Yahoo, Dogpile, Hotbot, Ask Jeeves, Yandex, Ixquick, Bing, GenieKnows, Naver, Baidu, Exalead, Gigablast, Info dot com, Sogou, AOL Search, GoodSearch, Soso, Search dot com, ChaCha, Ask dot com, Live Search, Blackle dot com, DuckDuckGo, Scout, NATE, Cacy, Egerin dan lain lain.

Logikanya, memblokir Google tidak berarti masyarakat harus berhenti menggunakan search engine. Yang tidak bisa dilakukan lagi adalah, "Tanyakan ke Mbah Gugel". Karena bisnisnya Google tidak hanya search engine, maka akan ada eksesnya ke layanan product Google yang lain seperti Gmail, Google Page, Google News, Adsense, Google Play, Android, Google Chrome, Google Maps dan lain lain. Akibatnya sangat merepotkan masyarakat. Semoga ini menjadi pertimbangan para cendekiawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun