Mohon tunggu...
Ruslan H
Ruslan H Mohon Tunggu... -

Technology Enthusiast, sms : 0881-136-5932

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia Bisa Keluar dari Kelompok Negara Pemasok Buruh?

11 Desember 2015   09:24 Diperbarui: 11 Desember 2015   10:38 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Chip Buatan Cibubur Pada Apple Computer"][/caption]Kemarin tanggal 09/12/15 ada posting artikel menarik dari Erine Widya tentang buruh pabrik bulu mata palsu di Purbalingga. Judunya "Dari Buruh Purbalingga untuk Artis Kelas Dunia". Selengkapnya baca di sini.

Saya kutip berikut ini sebagian kalimat pada artikel tersebut:

Pabrik-pabrik di Purbalingga yang mayoritas adalah milik perusahaan asing (PMA) menerima pesanan dari negara-negara tersebut. Pesanan juga berasal dari produsen alat-alat kecantikan kelas dunia seperti Eyelure (kerap dipakai Katy Perry), L’Oreal (Perancis), Shu Uemura, MAC, Kiss dan Maybelline. Lebih dari 10 juta pasang bulu mata palsu setiap tahunnya dihasilkan oleh lebih dari 50 ribu buruh pabrik di Purbalingga.

Sebetulnya miris juga melihat faktanya, tapi apa boleh buat, lapangan kerja di Indonesia kurang. Pemilik bisnis di Korea jeli penglihatannya. Bisa mendapatkan tenaga kerja murah untuk membuat bulu mata palsu di Indonesia. Yang mendapatkan keuntungan besar adalah Korea. Indonesia yang menyediakan buruh murah cuma mendapatkan upah sekedarnya. Perusahaan Korea banyak yang memanfaatkan upah murah di Indonesia. Banyak berdiri beberapa pabrik garment di pantai Utara Jawa . Korea, Taiwan dan negara tetangga lain menjadi juragan, kita terpaksa menelan pil pahit hanya sebagai buruhnya.

Dua contoh disebutkan di atas adalah bukan teknologi tinggi, cuma membuat bulu mata palsu dan menjahit pakaian. Sekarang kita bergeser ke teknologi tinggi. Indonesia pada dekade 80-an pernah mempunyai pabrik untuk benda teknologi tinggi, yaitu pabrik chip IC (integrated circuit). Pabriknya ada di Cibubur Jakarta Timur. Ada juga yang di daerah Sukarno Hatta Bandung. Yang di Cibubur itu principalnya adalah Fairchild Semiconductor asal Amerika. Yang diproduksi merupakan komponen elektronik penunjang benda benda teknologi tinggi seperti komputer dan sebagainya. Chip ini bisa masuk ke perangkat canggih seperti satelit, peluru kendali, pesawat ulang alik dan berbagai benda keren lainnya. Tentu saja Indonesia boleh sedikit numpang bangga. Tapi sayangnya posisi Indonesia cuma sekedar buruh. Conceptor dan innovator tetap dari Amerika.

Fenomena negara upah murah dijadikan buruh negara lain itu bukan terjadi di Indonesia saja. Negara negara seperti India, Vietnam Bangldesh dan China juga menjadi limpahan pekerjaan negara makmur seperti Amerika. Ini adalah simbiose mutualisme. Negara makmur upahnya terlalu tinggi, akibatnya suatu produk jika dilakukan fabrikasi di situ tidak menguntungkan. Negara lain kebanyakan penduduk dan kurang lapangan pekerjaan. Jumlah negara yang siap mencaplok limpahan pekerjaan ini banyak. Juragan bisa memilih mana yang ongkos buruhnya paling rendah. Buruh tidak mempunyai keleluasaan untuk menentukan harga tenaga yang dijualnya. Ini adalah hukum ekonomi yang tidak aneh untuk kondisi pada posisi buyer's market.

Perusahaan Amerika banyak melakukan kontrak fabrikasi barang dengan pabrikan luar negeri. Istilahnya melakukan "offshore". Pekerjaan yang dianggap low level akan dikontrakkan ke luar negeri dengan ongkos murah. Salah satu negara yang beruntung menerima limpahan pekerjaan itu adalah Mexico, karena posisi geografisnya yang berhimpitan dengan Amerika Serikat. Banyak gadget Amerika yang bertuliskan made in Mexico. Selain itu China juga menjadi sasaran perusahaan Amerika. Apple melakukan fabrikasi iPhone nya di China. Jumlah penduduk China yang banyak membuat supply tenaga kerja murah melimpah.

Dalam beberapa dekade belakangan ini pekerjaan yang kerjakan Amerika di luar negeri semakin banyak. Hal ini disebabkan teknologi internet kecepatan tinggi yang sudah tersedia. Kabel fiber optic yang menghubungkan daratan Amerika dengan India, China dan negara negara lain menjadi jalur baru untuk offshoring pekerjaan. Pekerjaan pekerjaan yang dulu sulit di offshore karena kendala geografis sekarang dengan mudah dilakukan. Sekarang bisa mengkontrakkan pekerjaan seperti interpretasi radiografi, animasi grafis, akunting, customer service, technical support dan pemrograman komputer ke tempat yang jauhnya puluhan ribu kilometer dari Amerika.

Daniel Pink, penulis buku berjudul "A Whole New Mind' mengatakan sekarang ini adalah jaman "Conceptual Age". Dia berargumentasi bahwa dunia ini akan dimenangkan oleh orang orang yang mempunyai fokus ke "creative and holistic skills". Richard Florida dalam bukunya berjudul "Rise of The Creative Class" juga memberikan argumen yang sama. Bukan programmer India yang bakal mendominasi kuasa, tapi conceptor yang merancang pekerjaan buat programmer itulah yang lebih berkuasa.

Negara membutuhkan orang orang berpikiran kreatif dalam menyelesaikan persoalan. Pendidikan dasar di suatu negara akan mempengaruhi sikap dalam berpikir menyelesaikan persoalan. Kreatifitas Ini bisa dipupuk sejak kecil di sekolah. Pengajaran hafalan yang sebetulnya tidak perlu akan menggerogoti daya kreatifitas. Kompetitor negara lain yang mengambil jalur bebeda bisa saja yang memenangkan persaingan. Karena itu apa yang diajarkan seharusnya secara berkala direview untuk dinilai manfaatnya. Sebaiknya tidak mengajarkan hal hal yang tidak perlu, tapi membebani otak dan mubazir.

Perencanaan kurikulum pendidikan di suatu negara akan berperan besar dalam menentukan nasib suatu negara dalam duapuluh atau tigapuluh tahun ke depan. Keputusan yang diambil sekarang ini akan menentukan apakah kita nanti akan menjadi juragan ataukah tetap menjadi buruh. Di tangan para pejabat kemendikbud ini tergenggam nasib negara di masa depan. Diharapkan para pejabat kemendikbud bisa berpikir bebas tanpa bias konflik kepentingan. Demi kepentingan negara di masa depan.

The future belongs to the creative| Daniel Pink

 

 ---

 Sumber gambar : www.applelogic.org

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun