Mohon tunggu...
Hutomo Riyadi
Hutomo Riyadi Mohon Tunggu... -

mahasiswa jurusan budaya + bahasa Jepang tahun akhir di sebuah PTN di Bandung (Bandung coret tepatnya), sedang mencoba menyelesaikan skripsi yang gak selesai2 sambil mempelajari bahasa asing tambahan, dan memperdalam kembali bahasa Indonesia (as primary language)...sambil tetap meneruskan hobi menuils kapanpun...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna yang Terlupakan

7 September 2010   19:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanpa kita sadari, hari kemenangan sudah di depan mata, Idul Fitri. Atau yang lebih familiar kita sebut dengan Lebaran...lagi-lagi, mudik sebagai ritual tahunan menjelang datangnya Lebaran kembali dimulai, dan lagi-lagi pula, pusat perbelanjaan diserbu dengan masyarakat yang ingin membeli berbagai keperluan Lebaran. Bahkan beberapa pusat perbelanjaan di ibukota sampai berani mengadakan midnite sale dan diskon besar-besaran untuk menarik minat orang-orang untuk berbelanja...

Terkadang, melihat masyarkat yang sibuk berbelanja keperluan lebaran, saya sering bertanya-tanya dalam hati... "Ini orang-orang pada mau Idul Fitri apa pada mau natalan sih? Kok belanjanya gak kalah heboh sama orang yang mau natalan sama pesta taun baru???" (Maaf, no SARA)

Dari tahun ke tahun pula, setiap kali lebaran datang saya merasakan sesuatu yang berbeda tiap tahun'nya. Bukan sesuatu yang aneh, hanya saja saya merasakan salah satu inti makna lebaran yang makin memudar dan menghilang...

Idul Fitri, secara garis besar berarti kembali menuju yang Fitri/Fitrah...tapi apakah kembali menuju yang fitrah itu harus dengan segala yang serba baru dari ujung kepala sampai ujung kaki?? Apakah Idul Fitri juga harus dirayakan dengan penuh kemegahan tanpa mengingat disekitar kita masih banyak kaum papa yang tidak dapat merayakan Idul fitri dengan pakaian baru dan makan apa yang biasa disantap disaan Idul Fitri??

Dan pertanyaan yang terkadang sangat mengganjal dan mengganggu setiap kali melihat kehebohan ritual mudik tahunan...apakah lebaran harus selalu dirayakan dengan seluruh keluarga di kampung halaman yg nun jauh disana, perduli amat dengan keadaan keuangan yang sedang kritis saat menjelang lebaran, dan ditambah dengan segala kehebohan mudik yang terkadang ujungnya malah hanya meminta korban, is it still worthed to do?? Apalagi ketika hal-hal yang menjadi inti dari Idul Fitri perlahan mulai dilupakan...Well, marilah kita tanyakan diri kita sendiri...

Penulis disini tidak bermaksud menyindir segala kebiasaan penuh kehebohan yang biasa masyarakat lakukan menjelang lebaran, hanya sekedar ingin mencoba mengkritisinya sedikit...untuk mencoba menemukan kembali makna Idul Fitri yang sesungguhnya...

Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun