Tahun 1945 merupakan tahun penting bagi mereka yang hidup melalui perang dan kemerdekaan Indonesia. Dilanjutkan oleh generasi kelahiran 1966 yang merupakan ahli dalam menjaga arus kas infrastruktur Indonesia. Generasi 1998 juga mempelopori gerakan reformasi yang mengantarkan era baru demokrasi di Indonesia dan menjadi simbol pertumbuhan cepat negara melalui "Visi 2045."
Untuk berpartisipasi di kancah politik dunia pada tahun 2045, Indonesia harus terlebih dahulu menjadi negara yang unggul dan kemudian tumbuh menjadi negara yang besar. "Visi Indonesia 2045" adalah visi besar pemerintah untuk masa depan. Indonesia harus menumbuhkan pendapatan per kapitanya di luar "middle income trap" agar berhenti dicap sebagai negara berkembang. Kapasitas Indonesia untuk melaksanakan inisiatif pemerintah yang efektif dan mempengaruhi negara juga tentu merupakan perkembangan yang positif. Targetnya adalah, pendapatan tahunan minimum Indonesia harus dinaikkan menjadi setidaknya USD 12.616.
Jika Indonesia mencapai tujuan ini, tata kelola globalnya akan membaik. "Tata kelola global" menentukan bagaimana negara-negara harus bertindak secara internasional dan lokal, kata profesor Universitas Jadavpur Rahul Das. Maka dari itu, sentralisasi, legalitas, delegasi, dan akuntabilitas diperlukan untuk meningkatkan tata kelola global Indonesia.
Keempt komponen ini lebih berfokus pada "kualitas" sepanjang kemajuan Indonesia antara tahun 1945 dan 2045. Pilar pertama Visi Indonesia 2045 menekankan pada sumber daya manusia yang paham IPTEK. Meskipun memiliki sistem pendidikan terbesar keempat di dunia, Indonesia menempati peringkat ke-50 dalam survei tahun 2018 terhadap 50 negara. UNICEF mencatat pada tahun 2021 tantangan pendidikan yang dialami sumber daya manusia Indonesia saat mencoba ilmu pengetahuan dan teknologi. Tentunya, kedua hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia untuk mencapai visinya di tahun 2045.
Bagaimana seharusnya sentralisasi, legalitas, pendelegasian, dan tanggung jawab dimasukkan ke dalam pengembangan sumber daya manusia dan kemajuan teknologi? Mengubah kerangka sosial pendidikan dapat meningkatkan kepentingannya. Sebab, sistem ekonomi dan pendidikan saling terkait. Banyak orang telah menyadari bahwa kapitalisme Indonesia mengurangi partisipasi negara dalam urusan publik, khususnya anggaran dalam pendidikan.
Hal ini begitu mendesak. APBN tentu harus digunakan untuk mendidik, bukan hanya mereka yang ada di bangku sekolah, namun juga mereka yang merupakan pekerja buruh putus sekolah. Sehingga, dapat diharapkan mereka dapat kembali ke Indonesia dan menguatkan sesame jaringannya untuk terus memperbarui ilmu. Seperti yang ditekankan oleh profesor ekonomi dan filsafat Harvard Amartya Sen pada 1990-an, kesejahteraan sumber daya manusia adalah tujuan utama pembangunan. Mendidik karyawan putus sekolah adalah jenis kesejahteraan sumber daya manusia yang dapat membantu Indonesia mencapai status negara maju pada tahun 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H