Mohon tunggu...
Mohammad Herdianto
Mohammad Herdianto Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan jurnalis, hanya suka menulis

PNS (Pegawai Nyekel Sapu)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Langkah Kaki Tua, Semangat Muda

8 November 2017   13:16 Diperbarui: 8 November 2017   13:50 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suratdi sosok penjual koran surat kabar | dokumen pribadi

jika di hitung dengan jarak, entah berapa kilometer per harinya kaki Suratdi ( bukan nama sebenarnya ) berjalan menyusuri kota Ponorogo, berangkat dari jam 5 subuh menawarkan surat kabar edisi yang baru terbit hari itu juga. Berbedha dengan para penjual koran lainnya yang sudah memiliki langganan per minggu untuk kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta, Suratdi hanya menawarkan kepada para pejalan kaki, pedagang kaki lima maupun orang orang yang mempunyai rutinitas olahraga pagi yang ia temui setiap harinya. Ada yang yang menerima tawarannya dengan senang hati, ada yang menolak ada juga yang acuh dan bahkan ada yang sampai membentak ia rasakan setiap harinya saat berjualan.

"Biasa mas jenenge wong dodolan, kadang yp di tompo kadang di tolak kadang yo malah di getak"( sudah biasa mas, namanya juga orang jualan kadang yang di terima kadang di tolak kadang yo malah di bentak) ungkap Suratdi.

Saat bertemu di kawasan GOR Singodimedjo yang terletak di jalan Suromenggolo Ponorogo, Suratdi juga sempat menceritakan jika di bandingkan berjualan koran jaman dulu dengan sekarang ini sudah sangat jauh berbedha. Dulu dalam sehari sekitar 30 sampai 50 koran surat kabar bisa ia jual, Namun sekarang 20 koran bisa terjual perhari pun suratdi sudah sangat bersyukur. Alsannya karna orang jaman sekarang lebih memilih melihat berita di media internet yang terpasang di handphone android daripada harus membeli koran surat kabar.

"Jaman sakniki tiyang tiyang niku tangi turu langsung ningali handphone mas, ndelok berita opo wae enek, nek jaman riyen nggih kedah tumbas koran riyen amprih saget ningali berita" ( jaman sekarang orang orang itu bangun tidur langsung melihat handphone mas, mau lihat berita apa saja bisa, kalau jaman dulu harus membeli koran dulu baru bisa melihat berita ) kata Suratdi yang sambil mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya menceritakan pengalamannya berjualan koran dari masa ke masa.

Di Usianya yang sudah memasuki setengah abad, tentunya masalah kesehatanlah yang menjadi kendalanya, kondisi fisiknya sudah tidak prima lagi seperti ketika ia masih muda. Namun demikian Suratdi tak akan patah semangat menjalani profesinya tersebut, jika tidak berjualan seharipun ia akan merasa sangat bersalah, karena sudah ada beberapa pelanggan yang menunggu kedatangan untuk membeli koran yang ia jual.

Bagi Suratdi berjualan koran surat kabar bukan hanya sekedar masalah mencari uang, akan tetapi sebuah tanggug jawab kepada pelanggan, karna rata rata pembelinya adalah orang orang yang usianya seusia dia. Disatu sisi alsannya karena tidak tahu bagaimana cara mengoperasikan handphone android, di sisi lain karena membaca berita dari koran surat kabar jauh lebih akurat dan terpercaya daripada membaca berita di internet yang sering kali dimanfaatkan oleh oknum atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, untuk menyebarkan berita palsu alias hoax.

Hal itulah yang ternyata membuat Suratdi tetap setia dan bersemangat menjalankan profesi yang sudah di lakoninya sejak 20 tahun yang lalu.


Cerita yang serupa dengan Suratdi, di lakoni oleh Mbok Nem. wanita berusia 61 tahun penjual jamu tradisional yang menggunakan gerobak dorong dalam menjual jamu dagangannya. Setelah beberapa kali bertemu di tempat yang sama yaitu di Ujung barat Jalan Jaksa Agung seoprapto Ponorogo, baru kali ini bisa sempat membeli jamunya. Dan sedikit bertanya tanya tentang kisahnya selama menjual jamu.

Mbok ne wanita hebat penjual jamu sedang mendorong gerobaknya | dokumen pribadi
Mbok ne wanita hebat penjual jamu sedang mendorong gerobaknya | dokumen pribadi
Tidak peduli dengan segala cuaca, baik panas maupun hujan, Mbok Nem tetap akan berangkat berjalan kaki mendorong gerobak jamunya. Hanya saja ia lebih beruntung dari Suratdi karena sudah ada sekitar 30 orang yang menjadi pelanggan tetapnya setiap hari. Selain hal itu, banyak juga pembeli yang ketika lewat lalu berhenti untuk membeli jamu racikan nya.

Jika ia tidak berjualan seharipun maka badan nya akan terasa sakit dan kaku. Yang pasti selamanya masih dalam kondisi fit dan tidak sakit, Mbok Nem akan terus berjualan. Melihat kisah mereka rasanya seperti malu sendiri. Masalah usia dan kondisi fisik tak menjadi tantangan bagi mereka. Rasa malas adalah sesuatu yang harus di buang jauh-jauh oleh mereka.

Karena hidup itu tidak cukup dengan di fikirkan dan dirasakan akan tetapi di jalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun