Mohon tunggu...
Hendra Rayana
Hendra Rayana Mohon Tunggu... -

Saya penggemar Musik Tradisional Indonesia terutama Gamelan Jawa dan Wayang Kulit, tetapi saya juga penggemar musik klasik barat, penggemar Beyonce, Charice, Whitney Houston, Tina Turner, The Beatles dan lain-lain. Saya punya prinsip, kalau kita ingin dihargai oleh orang lain atau negara lain, maka kita harus bisa menghargai orang lain atau negara lain. Dulu saya bekerja dibidang komputer mulai tahun 1969 - 1998 sebagai programmer dll, sekarang jadi m.c. saja (momong cucu) sambil ngotak-atik kompasiana, asyik lho... Profil saya selengkapnya dapat dilihat di : http://www.facebook.com/hrayana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayang Kulit Purwa (3) : DALANG, Seniman Serba Bisa yang Tidak Ada Tandingannya...!

18 Januari 2010   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 10764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wayang Kulit Purwa (3)

DALANG

Seniman serba bisa yang tidak ada tandingannya...!

Disusun oleh:    Hendra Rayana
Sumber:   http://www.joglosemar.co.id/
Buku Pedalangan:   Jilid 1   Jilid 2

Dilandasi oleh niat untuk melestarikan dan mendokumentasikan Seni Budaya Tradisional Indonesia (Seni Musik, Seni Tari, Seni Sastra dan Seni Lukis) yang berasal dari seluruh penjuru Nusantara, maka kami membuat artikel ini agar dapat dibaca dan dinikmati oleh pengunjung secara luas.

Seorang Dalang sedang memainkan wayang kulit, sebelah kirinya adalah kotak wayang. Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Di Jawa, pertunjukan Wayang Kulit Purwa biasanya dilakukan semalam suntuk atau selama 8 jam non-stop mulai dari jam 9 malam sampai jam 5 pagi, diselenggarakan pada hajatan-hajatan besar seperti misalnya pesta perkawinan, perayaan hari kemerdekaan, atau pesta-pesta besar lainnya. pertunjukan dipimpin oleh seorang Dalang yang menceritakan kisah-kisah Ramayana atau Mahabarata yang berasal dari India, tetapi yang sudah diadaptasi sedemikian rupa oleh para pujangga pewayangan di Jawa dari generasi ke generasi ratusan tahun yang lalu. Gubahan itu bukan hanya dilakukan pada nama-nama tokoh yang disesuaikan kondisi geografis di Indonesia, namun juga perubahan yang sangat mendasar termasuk perubahan jalan ceritanya sendiri. Mahabharata bersumber dari karangan Viyasa, sedangkan Epos Ramayana karangan Valmiki. Dalang memainkan wayang yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit kambing yang dipahat dan di cat warna-warni sangat indah, diberi tangan yang bisa digerakkan dan diputar-putar. Wayang kulit diberi tiang penguat yang terbuat dari tanduk kerbau dan agar bisa ditancapkan pada batang pisang untuk mengatur posisi wayang. Tangan wayang diberi tangkai yang juga terbuat dari tanduk kerbau agar bisa digerakkan dan diputar-putar oleh Sang Dalang.

Kelir
Kelir
Kelir dan Gedebog untuk menancapkan Wayang Peranan DALANG Selama 8 jam non-stop, Dalang yang memimpin pertunjukan Wayang Kulit Purwa duduk bersila sambil kedua tangannya memainkan wayang di layar putih terbuat dari kain linen yang disebut Kelir, . Disitu terpasang Gedebog (batang pisang panjang) yang berfungsi untuk menancapkan wayang pada saat pertunjukan, baik yang sedang dimainkan oleh Sang Dalang, atau untuk wayang-wayang yang tidak sedang dimainkan yang terpasang rapi disebelah kanan dan kiri dalang. Untuk mengambil wayang yang akan dimainkan, Dalang memerlukan beberapa asisten. Di atas kepala dalang terdapat Belincong/Blencong pada masa lalu pertunjukan wayang kulit yang dilakukan malam hari hanya diterangi dengan Belincong/Blencong. Yaitu sebuah lampu berbahan bakar minyak kelapa dan sumbunya mengarah ke kelir. Kini blencong sudah digantikan dengan lampu listrik. Blencong selain berfungsi untuk menerangi wayang kulit dari bagian depan layar dimana dalang memainkan wayang, juga berfungsi untuk menimbulkan efek bayangan yang sangat indah dibagian belakang layar (kelir), sehingga penonton wayang kulit bisa melihat pertunjukan wayang dari depan layar maupun dari belakang layar. Bahkan di pedesaan tamu-tamu undangan mendapat tempat terhormat di belakang layar, mereka disediakan tempat duduk tikar atau kursi, mendapat bermacam-macam suguhan: camilan, kopi, teh, makan malam dan lain-lain. Sedangkan penonton umum yang bukan undangan berdiri di depan layar (dibelakang niyogo) dan tidak mendapat suguhan, namun dapat dipastikan banyak para penjual makanan, sehingga mereka bisa membeli jajanan, makanan, minuman dan lain-lain.
Cempolo
Cempolo
Cempolo, dipukulkan ke kotak wayang pada bagian tertentu oleh Sang Dalang, menimbulkan suara yang disebut Dodogan.
Keprak dan Cantholan
Keprak dan Cantholan
Keprak dan cantholan keprak, beberapa lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang, dibunyikan dengan cara mendorong telapak kaki kanan Sang Dalang. Kotak Wayang, adalah sebuah peti yang terbuat dari kayu berukuran ± 90 x 200 cm sebagai tempat untuk menyimpan wayang, menggantung keprak, dan tempat cempala dipukulkan pada saat pertunjukan. Kotak wayang ditempat di sebelah kiri Sang Dalang. Cempala adalah sebuah alat yang dibuat sedemikian rupa dari bahan bagian dalam kayu (galih) untuk memukul bagian-bagian tertentu dari kotak wayang sehingga memunculkan suara-suara tertentu dengan ritme-ritme tertentu pula sesuai dengan kebutuhan pertunjukan wayang kulit. Ada 2 (dua) jenis cempala yaitu yang disebut cempala asta (tangan) adalah cempala yang dipegang dengan tangan kiri Sang Dalang dan cempala suku (sikil) yang penggunaannya dijepit di antara ibu jari kaki kanan Sang Dalang. Ukuran cempala suku lebih kecil dibandingkan cempala asta. Hasil suara yang ditimbulkan oleh pukulan cempala pada kotak tersebut dalam pedalangan disebut dengan dodogan. Pada umunya fungsi dodogan hampir sama dengan keprak, diantaranya yaitu:
  • Tanda meminta iringan musik untuk mengiringi semua jenis dan macam vokal dalang.
  • Pergantian dialog wayang.
  • Tanda meminta dan menghentikan musik ringan.
  • Tanda Sirepan atau udar gending (mempelankan dan mengeraskan musik iringan).
  • Memberi tekanan pada gerakan-gerakan wayang, seperti jalannya bambangan, sigeg kayon, jalannya keretan-kuda, dan jalannya wayang rampogan.

Keprak/Keprek/Kecrek kata keprak/kecrek/keprek diambil dari bunyi yang muncul dari alat tersebut ketika dipukul, yaitu crek, prek ataupun prak. Keprak/Keprek/Kecrek adalah sebuah perangkat atau alat yang terbuat dari logam (besi, baja, perunggu) berjumlah 2 atau 3 lempeng dengan lebar sekitar 15 cm dan panjang sekitar 20 cm yang memiliki fungsi sebagai penguat penonjolan-penonjolan gerak wayang. Tekanan-tekanan bunyi yang muncul dari Keprak/Keprek/Kecrek tersebut akan semakin memperjelas dan memantapkan gerak-gerak setiap tokoh wayang sehingga karakternya akan semakin muncul dan mudah dipahami oleh penonton. Sulukan adalah nyanyian yang dilagukan oleh dalang untuk menunjukan suatu suasana tertentu. Yang termasuk dalam sulukan yaitu ada-ada, sendon, bendhengan, kombangan. Janturan atau pocapan disebut juga narasi artinya adalah pengucapan cerita oleh ki dalang dengan suasana tertentu. Gending adalah deretan nada-nada gamelan yang sudah tersusun alur melodi musikalnya. pertunjukan wayang kulit diiringi oleh orkestra musik yang disebut Gamelan, para penabuh gamelan disebut Niyogo. Beberapa penyanyi wanita yang disebut Pesinden dan beberapa penyanyi pria yang disebut Wira Swara juga turut membantu pertunjukan wayang. Menentukan Cerita Wayang ( Lakon ) Setelah cerita wayang atau Lakon dipilih, maka Sang Dalang yang akan memainkan wayang harus ditentukan. Peranan Dalang sangat penting mengingat ia adalah yang akan memimpin pertunjukan wayang. Kadang-kadang Sang Dalang ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian di konsultasikan cerita wayang apa yang akan di lakon kan. Dalang adalah Seniman serba bisa. Ia harus memiliki pengetahuan luas tetang beberapa disiplin Seni misalnya:

  1. Menguasai secara mendalam cerita-cerita wayang Ramayana dan Mahabharata, mengetahui karakter setiap tokoh wayang.
  2. Memiliki pengetahuan mendalam tentang filsafat dan etika moral Jawa.
  3. Memiliki informasi akurat tentang berbagai aspek kehidupan.
  4. Memiliki suara yang bagus dan jelas, karena ia harus menirukan suara sekitar 50 tokoh wayang dengan suara yang berbeda-beda, baik tokoh laki-laki maupun tokoh perempuan. Ia harus menceritakan setiap peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Ia juga harus menguasai bahasa Jawa ngoko, kromo dan kromo-inggil (bahasa kelas rendah, menengah dan tinggi). Ia harus bisa menyanyi dengan merdu, karena sepanjang pertunjukan ia harus banyak menyanyi (vokal sulukan).
  5. Memiliki kemampuan menyiapkan skenario jalan cerita, agar urutan pertunjukan wayang dapat berjalan lancar sesuai dengan pola standar.
  6. Memiliki pengetahuan mendalam tentang musik gamelan yang mengiringi pertunjukan wayang. Ia juga harus bertindak sebagai konduktor dari orkestra gamelan, kapan gamelan harus mulai di tabuh, kapan harus berhenti, kapan harus dikeraskan, kapan harus dipelankan. Sebelumnya, ia perlu konsultasi dengan penabuh gamelan ( Niyogo ) gending gamelan apa yang akan dimainkan.
  7. Memiliki pengetahuan luas tentang lagu-lagu dan gending-gending Jawa, ia harus mengarahkan para Pesinden dan para Wira Swara untuk menyanyikan lagu-lagu tertentu.
  8. Memiliki kemampuan memainkan wayang secara menarik dan atraktif, misalnya pada peperangan antara Arjuna dan Buto Cakil.
  9. Memiliki kemampuan untuk membuat dagelan atau lelucon segar, agar penonton merasa senang dan terhibur.

ponokawan
ponokawan
Raden Angka Wijaya dan Ponakawan - Semar, Gareng, Petruk dan Bagong Dagelan tersebut diatas ditampilkan pada tengah malam yaitu pada episod Goro-goro selama sekitar satu jam. Saat Goro-goro, para Ponokawan ditampilkan yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Melalui Goro-goro Sang Dalang umumnya menyampaikan pesan sponsor. Misalnya pertunjukan yang disponsori oleh ABRI atau Kepolisian, maka Sang Dalang akan membicarakan tentang kepemimpinan dan kedisiplinan Di Kampus, Sang Dalang akan membicarakan tentang ilmu pengetahuan, tingkah laku yang baik dan cita-cita tinggi. Di Pedesaan Sang Dalang akan membicarakan tentang semangat kerja sama, pembangunan, persoalan-persoalan hangat yang dapat memberikan harapan kepada penduduk pedesaan. Pokok pembicaraan pada Goro-goro bisa berbeda, tetapi semuanya dibawakan dengan lucu, diselingi nyanyian yang dinyanyikan oleh para Pesinden dan diiringi orkestra gamelan. Sang Dalang harus menambahkan pesan-pesan moral, nasehat untuk bekerja keras dan lain-lain. Semuanya harus disampaikan dengan hati-hati, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak bertentangan dengan hukum positif, dan terutama tidak bertentangan dengan hukum Tuhan. Biasanya saat Goro-goro dipenuhi dengan gelak-tawa yang membuat penonton merasa senang dan terhibur. Terakhir tetapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa Sang Dalang harus sehat jasmani dan memiliki daya tahan tubuh prima, karena harus duduk bersila selama 8 jam non-stop untuk memainkan wayang.
Niyogo
Niyogo
Niyogo memainkan Rebab dan Kendang Niyogo Orkestra Gamelan mengiringi Dalang dalam pertunjukan wayang, irama gending atau lagunya disesuaikan dengan adegan-adegan yang sedang dimainkan. Para penabuh gamelan disebut Niyogo, mereka duduk bersila dilantai selama pertunjukan wayang.. Peralatan Orkestra Gamelan terdiri atas seperangkat peralatan gamelan seperti Kendang, Saron, Bonang, Slentem, Gender, Gambang, Gong, Kempul, Kenong, Rebab dan lain-lain. Gamelan Jawa terbagi menjadi dua laras atau tuning yang berbeda yakni laras Slendro dan laras Pelog. Laras adalah susunan nada-nada dalam satu gembyangan (oktaf) yang sudah tertentu tinggi rendah dan tata intervalnya. Laras Slendro terdiri dari 5 nada, sedangkan Laras Pelog dibagi menjadi 7 deret nada. Meskipun Sang Dalang tidak pernah menengok kebelakang dan hampir tidak pernah berbicara kepada niyogo, tetapi nampaknya para niyogo tahu persis apa yang harus mereka lakukan. Ada dua penabuh gamelan yang memiliki fungsi penting dalam berkomunikasi antara Dalang dan para niyogo (tanpa berbicara lisan), yaitu penabuh kendang dan penabuh gender.
Pesinden
Pesinden
Pesinden Pesinden dan Wira Swara Pesinden adalah penyanyi wanita, sedangkan Wira Swara adalah penyanyi pria. Mereka biasanya duduk di sebelah kanan Dalang, di depan deretan wayang. Pesinden dan Wira Swara menyanyikan lagu sesuai dengan gending yang sedang ditabuh, dan terkadang Pesinden mendapat pesan dari Ki Dalang untuk menyanyikan lagu tertentu. Selama pertunjukan wayang semua pemain yaitu: Dalang, Niyogo, Pesinden dan Wira Swara memakai pakaian adat Jawa. Gunungan atau Kekayon Gunungan atau Kekayon merupakan bagian penting dalam suatu pertunjukan wayang. Melambangkan kekuatan Pencipta, gunungan dipakai untuk menandai permulaan dari suatu pertunjukan wayang, pergantian adegan, mengibaratkan angin, rintangan, gunung, awan atau lautan. Sebelum memulai pertunjukan wayang, upacara tradisional harus dilakukan dengan pembakaran kemenyan, doa kepada Yang Mahakuasa mohon agar pertunjukan wayang dapat berjalan dengan aman, lancar dan mohon agar pesan-pesan moral yang disampaikan dapat diterima oleh penonton.
Gunungan
Gunungan
Gunungan atau Kekayon Pola dari pertunjukan wayang dimulai dengan pertemuan di istana, diikuti peperangan antara Ksatria dengan Buto Cakil yang pasti dimenangkan oleh Ksatria, melambangkan bahwa usaha yang terpuji pasti akan berhasil setelah melewati rintangan-rintangan. Berikutnya adalah goro-goro yaitu penampilan dari para Ponokawan Semar, Gareng, Petrukdan Bagong, yang pasti lucu, menggelikan, kocak dan penuh gelak tawa, yang diselingi dengan gending gamelan dan nyanyian (sinden) oleh para Pesinden dan Wira Swara. Sekarang ini, pada saat goro-goro, bintang tamu sering diundang misalnya penyanyi atau pelawak tenar, yang akan membuat pertunjukan lebih meriah. Kemudian diteruskan dengan beberapa pertemuan-pertemuan dan peperangan-peperangan sampai dengan pagi hari. Pada akhir pertunjukan wayang, Sang Dalang kadang-kadang mempertontonkan tarian wayang Golek, golek (bhs.Jawa) artinya mencari, dalam hal ini penonton diminta untuk mencari makna dari pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Sebagai tanda bahwa pertunjukan wayang telah berakhir Gunungan atau Kekayon akan dipancangkan ditengah-tengah kelir oleh Sang Dalang. Januari 2010

MP3 Wayang kulit Dalang Ki Narto Sabdo - Lakon: Kresna Duta

Thanks to: Mengenang Ki Nartosabdho Kresna Duta 01.mp3 Kresna Duta 02.mp3 Kresna Duta 03.mp3 Kresna Duta 04.mp3 Kresna Duta 05.mp3 Kresna Duta 06.mp3 Kresna Duta 07.mp3 Kresna Duta 08.mp3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun