Mohon tunggu...
Harry Ramza
Harry Ramza Mohon Tunggu... -

Harry Ramza adalah pekerja bidang pendidikan di lingkungan Muhammadiyah pada saat ini. Pengalaman di lingkungan pelabuhan laut dan industri elektronika serta tuntutan hidup, kembali mengambil keputusan sebagai pelajar. Pelajar yang dimaknakan sebagai seseorang yang hanya belajar tanpa mengerjakan pekerjaan lain sementara keperluan lain mesti dipenuhi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belajar Sastra.... Bahasa Melayu-1...

28 Desember 2012   18:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:53 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Belajar sastra memanglah menyenangkan dan menghibur. Ketika saya mengambil kelas bahasa Melayu untuk akademik 1 dengan pensyarah Universiti Kebangsaan Malaysia iaitu En. Mohammad Syuhada Kadar, kita menyadari bahwa bahasa merupakan ungkapan fikiran manusia atau pola tingkah-laku manusia ketika memahami alam serta lingkungan. Saya memahami maksud dan fikiran beliau bahwa belajar bidang yang lain, bukanlah suatu beban fikiran bagi yang menjalaninya. Bukan bermaksud mensanjung secara pribadi kepada beliau, tetapi motivasi yang diberikan adalah untuk menimbulkan rasa ingintahu bagi peserta kelas tersebut. Ketika masa sekolah dasar di Sumatera Barat pada tahun 1979-1980, belajar bahasa Melayu selalu disertai dengan tulisan arab atau yang biasa dikenal dahulunya adalah Bahasa Arab Melayu. Saya tidak mengerti ketika setelah tahun setelah itu, pelajaran tentang subjek tersebut dihapuskan.

Saya berdiskusi dengan teman dosen senior di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, beliau mengatakan "Itu adalah budaya lokal jadi tidak perlu diadakan.....". Seingat saya pada waktu itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) ialah Prof. Dr. Daud Yoesoef. Saya hanya berfikir, sangat setuju apabila dikonsepkan seperti demikian. Saya mempelajari bahasa daerah di Sumatera Barat ketika masa tersebut berawal pindah tugas orang tua dari Medan ke Padang. Ketidakmampuan saya bahasa daerah karena pada masa sekolah dasar di Medan adalah banyaknya bahasa ibu yang digunakan seperti; bahasa Cina, bahasa India, Bahasa Batak, Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu (biasa digunakan oleh orang deli dan sekitarnya) serta bahasa Indonesia. Tingkat umur kanak-kanak merupakan masa yang cepat untuk menangkap, belajar secara singkat. Saya mampu secara fasih belajar bahasa daerah di Sumatera Barat karena lingkungan dan menjadi Native Speaker ketika mulai mengerti bahasa di daerah yang terkecil karena sebahagian keluarga yang masih ada di Malaysia datang ke Sumatera Barat.

Setelah memulai pendidikan di pulau Jawa, terjadilah pencampur-adukan bahasa karena, saya sangat tertarik dengan bahasa Sunda Bandung, bahasa Sunda Banten, Bahasa Jawa Tegal, Bahasa Suroboyoan, Bahasa Madura dan seluruh bahasa ini belum mempunyai sekat bahasa atau tata krama dalam bertutur kata. Berbeda dengan khalayaknya teman yang ada di pulau Jawa mereka belajar untuk bertutur kata atau sekat bahasa. Istilah sekat bahasa ini saya gunakan untuk membedakan tingkat penggunaan bahasa. Indonesia sangat beragam dan mempunyai warna yang sangat menarik dalam adat dan kebudayaan. Begitupula dengan bahasa Bugis yang digunakan mempunyai pola yang menarik dalam berucap dan bertutur.

Saya bukan berasal dari kaum adat atau orang tradisional, mempelajari hal ini menurut pemikiran saya pribadi karena bahasa membuat daya fikir otak menjadi cepat dan semangat. Saya tidak diajarkan secara khusus untuk mempelajari bahasa ibu, tata cara istiadat ataupula tata krama. Mempelajari bahasa secara baik menurut fikiran saya akan dapat mengendalikan fikiran dan tingkat emosional seseorang. Saya sangat senang sekali mendengar orang Sunda di Bandung bertutur dan berucap, karena mereka selalu berusaha untuk pendengar percakapan paham, nyaman serta mengerti apa yang diucapkan. Usaha dalam bertutur dan berucap tersebut, biasanya orang tersebut mempunyai latar belakang kemahiran dalam penggunaan sekat bahasa. Begitupula sebahagian masyarakat di daerah Yogyakarta selalu menggunakan bahasa Jawa yang baik dan sekat bahasa yang baik pula.

Bahasa Melayu merupakan azas bahasa Indonesia, juga mempunyai sekat bahasa atau tingkatan bahasa. Pelajaran bahasa Melayu ini mengingatkan fikiran saya, bagaimana caranya saya harus santun dalam bertutur dan berucap. Budaya Melayu adalah bahagian dari budaya Indonesia dan selayaknya manusia Indonesia harus pandai dan mempunyai tata bertutur dan berucap.  Bagaimana cara membuat kalimat yang baik dan bermakna perlu dipelajari bagi setiap orang Indonesia. Menurut pendapat saya, beberapa tingkat atau golongan makna kata/kalimat; makna eskplisit (menurut huruf, kata demi kata, yang tertulis), makna implisit ( yang terkandung) dan makna lazim (biasa digunakan).

Semakin banyak mempelajari bahasa-bahasa yang ada di Indonesia, saya merasakan tingkat tata bertutur dan berbahasa yang digunakan selama ini kurang bagus adanya. Apakah karena faktor lingkungan tersebut atau tidak diajarkan secara formal penggunaan sekat bahasa atau tingkatan bahasa tersebut?. Saya sangat iri dengan teman sejawat dengan kepiawaiannya bertutur dengan bahasa jawa Kromo Inggil ketika mengikuti konferensi ilmiah di Surakarta, serta teman sejawat lainya menggunakan bahasa sunda lemas ketika berlibur ke Bandung.

Saya mencoba belajar untuk menggunakan bahasa Indonesia secara tingkatan atau sekat bahasa. Karena bahasa cerminan budaya bangsa.

Bagaimana cara untuk mempelajari bahasa Melayu secara baik dan menyenangkan hati saya, hal ini dilakukan dengan membuat sajak dengan tertib bahasa Melayu. Makna yang dihasilkan mempunyai golongan Makna Implisit, serta umum disertai dengan tertib akhiran aa bb atau ab ab. Saya merasakan tidak mengikuti aturan tersebut, hanya terbayang sajak untuk istri yang berada di Jakarta.

Terkenang dengan sesungguhnya

(Harry Ramza, UKM 2012)

Kenang masa, kenang usia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun