Malang benar nasib PSSI sebuah organisasi besar pemegang otoritas tertinggi persepakbola di negeri ini, menjadi tak berdaya akibat dari ulahnya sendiri, setelah disanksi Pemerintah/Kemenpora, kemudian juga di sanksi oleh induknya pemegang otoritas sepakbola dunia FIFA. Bukan hanya sampai disitu saja PSSI juga dipermalukan ketika mendampingi delegasi FIFA dan AFC berkunjung menemui presiden beberapa waktu yang lalu dimana keikutsertaanya sebagai pendamping pun ditolak pemerintah.
Begitu juga dengan kemenangan bandingnya atas sanksi Menpora di PTTUN pun Pemerintah/Kemenpora masih tak bergeming dan tetap bersikukuh dengan tidak mencabut sanksinya justru melanjutkannya ke proses KASASI. Sementara ditengah kegalauannya itu, yang hanya bisa dilakukan PSSI adalah sekedar berkoar-koar di media dan melakukan manuver-manuver yang justru merugikan dirinya sendiri karena terus memeperlihatkan sikap perlawananya terhadap kebijakan pemerintah/menpora.
Pada akhirnya tentu membuat kondisi hubungan keduanya semakin berjarak. Seperti yang terakhir dan baru saja dilakukan PSSI melalui siaran pers disitus resminya (28/11). Dimana PSSI menyebutkan bahwa adanya dugaan/kecurigaan terjadinya Match Fixing pada ajang penyelengaraan turnamen Piala Sudirman 2015 yang saat ini sedang berlangsung. Tapi terbukti sampai hari ini (03/12) sama sekali tidak ada berita kelanjutanya dari PSSI tekait dengan adanya dugaan match Fixing di ajang Piala Jendral Sudirman tersebut.
Sedikit mengulas kebelakang sudah dua turnamen dilevel nasional terselenggara yaitu Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden. Piala Kemerdekaan yang digagas Tim Transisi mampu diselesaikan meski memunculkan berbagai kendala seperti pemukulan terhadap wasit hingga sedikit terhambatnya pencairan uang hadiah bagi para juara. Begitu juga dengan Piala Presiden yang digelar oleh Mahaka Sports and Entertainment yang juga sempat diwarnai oleh aksi walk-out dari salah satu tim, lantaran kecewa dengan kinerja wasit.
Namun secara keseluruhan harus diakui bahwa Piala Presiden berjalan lebih sukses ketimbang Piala Kemerdekaan. Terutama dari sesi animo penonton yang menyaksikan laga di turnamen itu. Hal ini tentu lebih disebabkan karena memang yang berlaga di turnamen Piala Presiden adalah klub-klub ISL yang banyak dihuni pemain bintang nasional.
Sementara untuk Piala Kemerdekaan pesertanya hanya mayoritas dari klub Divisi Utama. Jadi suka atau tidak suka sisi positifnya kedua turnamen itu telah mampu mengobati kerinduan pencinta sepakbola nasional yang ingin kompetisi di Indonesia segera bergulir kembali.
Dari kedua ajang turnamen yang tidak melibatkan PSSI tersebut, tentu setidaknya memberikan rasa ketidaknyamanan bagi PSSI yang merasa ditinggal dalam kedua perhelatan tersebut karena pihak pemerintah/kemenpora tetap tidak mau ada keterlibatan PSSI di kedua ajang tersebut, apa lagi mereka merasa sudah memberikan dukungan/referensi agar seluruh tim peserta yang berasal dari Liga ISL bisa mengikuti turnamen tersebut, kemudian ditambah lagi dengan adanya rasa kekecewa PSSI terhadap Mahaka Sports yang dianggap menyalahi komitmen yang sudah dibuatnya dengan PSSI, tentu hal ini menjadi perhatian khusus bagi PSSI sehingga sampai akhirnya membuat tuduhan “mengada-ada” yang justru jadi blunder bagi PSSI sendiri.
Menjadi tidak menjadi mengherankan kalau akhirnya PSSI kembali melakukan manuver-manuver dengan mengatakan bahwa turnamen Piala Jendral Sudirman terindikasi adanya Match Fixing alias pengaturan skor, padahal hal itu hanya bersumber dari isu belaka tapi hebatnya lagi PSSI malah mengatakan sudah melakukan pemantauannya sejak awal mulainya turnamen berlangsung. Wow, luar biasa? kalau hal ini dilakukan sejak dulu tentu sepakbola direpublik ini akan bersih dan jauh dari peraktek pengaturan skor serta suap yang selalu menjadi perdebatan selama ini yaitu adanya mafia sepakbola, tul ga bro.
Ok, lah kita lupakan dulu masalah PSSI diatas mari kita lihat kronologis timbulnya isu pengaturan skor atau bahasa krennya Match Fixing ini yang tentunya versi Mahak Sport sebagai pihak “tertuduh” sbb :
Tudingan adanya pengaturan skor di Piala Jenderal Sudirman itu awalnya muncul setelah komite wasit Piala Jenderal Sudirman tanggal 21 November 2015 lalu memindah tugaskan inspektur pertandingan Jimmy Napitupulu, wasit Najamudin Aspiran, wasit Novari Ikhsan, dan asisten wasit Juneidi ke daerah masing-masing.
Adapun alasan pemindahan tugas keempat perangkat pertandingan itu adalah karena komite wasit Piala Jendral Sudirman menilai mereka tidak cakap. Seperti yang disampaikan oleh CEO Mahaka "Impact pengembalian keputusan itu maka terjadilah reaksi yang mungkin Saudara-saudara terima copy rilis dari pihak mereka," dan alasan berikutnya adalah "Katanya saya masuk ke ruang wasit dan mendesak mereka untuk memenangkan salah satu tim," kata Hasani