Mohon tunggu...
Hery Syofyan
Hery Syofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Banyak baca dapat menambah cakrawala pola pikir kita....suka bola & balap..

Selanjutnya

Tutup

Bola

Benarkah Sanksi Dicabut Kesuksesan Sepakbola Menanti ?

14 September 2015   11:30 Diperbarui: 14 September 2015   11:30 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto ; planetbola.com

Selamat siang semua, bicara sepakbola Indonesia memang tak akan ada habis-habisnya, beberapa hari yang lalu ada pemberitaan dimedia online dimana Mantan Deputi Kemenpora, Junusul Hairy meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan niat Kemenpora dalam menghamburkan dana APBN dengan menggelar berbagai kegiatan yang dikatakan tidak akan membuahkan hasil dan juga dikatakan bukan menjadi kewenangnya seperti yang disampaikanya "Terus terang, saya selaku masyarakat olahraga sangat senang saat Presiden Jokowi menghadiri Turnamen sepak bola Piala Presiden. Itu menjadi bukti bahwa perhatiannya sangat besar terhadap olahraga termasuk sepak bola. Namun, saya minta Presiden harus menghentikan kegiatan Kemenpora yang menghamburkan dana APBN yang tidak bermanfaat bagi prestasi olahraga Indonesia," kata Junusul Hairy.

Dan juga disebutkan bahwa apa yang dilakukan Kemenpora dalam melakukan pembenahan tatakelola persepakbolaan ini hanya menghamburkan dana saja termasuk juga dengan rencana Menpora yang akan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI dimana hasilnya nantipun dikatakan tidak akan mungkin diakui FIFA "Di statuta FIFA kan sudah jelas bahwa FIFA tidak ingin ada intervensi pemerintah," tegasnya.

Disamping itu Junusul juga mengusulkan kepada Presiden agar segera memerintahkan Menpora Imam Nahrawi mencabut SK Pembekuan PSSI sehingga dengan demikian semua program pembinaan sepak bola yang sudah direncanakan PSSI bisa berjalan dan yang terpenting PSSIpun akan terbebas dari sanksi FIFA, dengan demikian dapat kembali mengikuti pertandingan-pertandingan di even internasional  "Memperbaiki tata kelola sepak bola bukan dengan cara menggelar KLB atau mengambil alih peran PSSI. Pemerintah itu kan tugasnya sebagai fasilitator dan regulator. Kalau memang ada penyimpangan harus diluruskan dan tangkap pelakunya," imbuhnya.

Memang kalau kita bicara yang namanya perubahan dalam arti menata kembali sebuah organisasi yang dianggap sudah berjalan tidak pada rel yang benar tentu ada yang bisa menerimanya dan ada pula juga yang sulit untuk menerimanya, karena semuanya   kembali kepada tingkat kenyamanan yang sudah dirasakan selama ini apa lagi itu terkait dengan yang namanya kepentingan tentu secara otomatis mereka menginginkan tetap berada di zona nyamannya tersebut tampa peduli keberadaanya itu membuat semua menjadi stagnan bahkan bisa lebih mundur kebelakang.

Nah……kalau dikaitkan dengan judul tulisan diatas Benarkah Sanksi Dicabut Kesuksesan Sepakbola Menanti ? tentu pertanyaanya apakah pembekuan PSSI oleh Pemerintah dan FIFA itu bisa ini dijadikan dalih bagi PSSI sebagai alasan menjadi penyebab mandegnya perestasi sepakbola tanah air ? Ok…..kita ambil contoh kongkritnya yaitu apa yang terjadi pada timnas U-23 yang berlaga di SEA Games Singapur beberapa waktu yang lalu dimana saat itu sanksi baru saja dijatuhkan kepada PSSI. Apakah kegagalan timnas U 23 di Sea Games 2015 singapura dengan kemasukan sampai 10 Gol itu merupakan akibat dari sanksi Pemerintah dan FIFA ? tentu jawabanya bisa iya dan bisa tidak karena kalau iya mungkin secara psikis para pemain yang masih muda-muda itu terganggu, kalau jawabannya tidak tentu ini terkait dengan persiapan tim dalam menghadapai even tersebut apa sudah dipersiapkan sebagai mana mestinya atau mungkin memang kita kalah dalam kualitas ?   

Kalau mau jujur sesungguhnya sejak jauh sebelum ini timnas memang sudah jauh dari kata juara, ingat terakhir Timnas Indonesia juara th 1991 pada ajang SEA Games di Filipina, kalau dihitung sejak dari th 1991 itu Sea Games berikutnya sudah berlangsung sebanyak 12x apakah kita pernah juara ? begitu juga dengan ajang piala AFF yang mulai berlangsung sejak tahun 1996 apakah kita juga pernah juara ? memang betul Timnas sempat empat kali menjadi finalis pada SEA Games tapi apakah dengan tampilnya di partai final itu merupakan sudah sebuah perestasi besar bagi Negara sebesar ini ? kalau seandainya itu sudah dianggap menjadi sebuah perestasi besar tentu semua akan menjadi sulit untuk bisa berkembang lagi. Mau berkembang apa lagi, bukannya dengan tampilnya di partai final itu sudah dianggap berprestasi? Dan ingat semua even tersebut berlangsung pada saat PSSI berada dalam kondisi Normal beraktifitas alias tidak ada sanksi baik itu dari Pemerintah maupun FIFA..

Jadi dengan kenyataan itu masihkah kita berdalih sanksi yang menyebabkan kematian sepakbola Indoensia ? ok…. harus kita akui ada generasi Evan Dimas yang kemudian dapat mewujudkannya ASA itu kembali ada dengan mampu menjadi juara di Piala AFF U-19 th 2013 yang lalu di Sidoarjo. Tapi apa yang terjadi setelah itu ? ternyata kita tidak pernah mau belajar dari kegagalan yang sudah-sudah. Pemain yang masih muda-muda itu dibuat mabuk kepayang menjadi selebritis dadakan menghadapi sorotan media yang berlebihan dan yang lebih parah lagi tenaga mereka di Exploitasi diperas/dipaksa untuk melakukan program traveling yang dikenal dengan tur nusantara yang tak lain tujuanya hanya demi mengisi kantong kas PSSI sehingga sempat dikatakan kas pssi surplus kala itu ? hebatnya semua itu dibungkus dalam rangka persiapan jelang Piala Asia  U-20 di Myanmar (2014). Dan berikutnyaq apa yang terjadi sekali lagi Indonesia gagal total padahal sesungguhnya hanya ditargetkan untuk dapat lolos ke semifinal saja.

Sementara itu tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dengan timnas senior yang diharapkan akan membawa citra baik persepakbolan tanah air dimata international khusunya menyangkut peringkat FIFA ternyata juga masih belum mampu memberikan hasil seperti yang diharapkan, peringkat FIFA memang sedikit lebih membaik tetapi tidak mampu memberikan arti sebagai suatu kemajuan dan bahkan untuk menjadi juara di kawasan ASEAN pun mereka tidak mampu.

Carut marut Kompetisi dan dugaan ada match fixing atau pengaturan skor juga masih belum menemukan pemecahannya, begitu juga dengan gaji pemain tak terbayar. Nah…kalau sudah demikian tentu prestasi bukan lagi menjadi harga mati yang harus dicapai anehnya semua kejadian diatas selalu terjadi berulang-ulang seakan PSSI tak peduli akan itu semua. Kesadaran akan adanya “my game is fair play” cuma ada pada bendera kuning yang selalu diusung saat pembukaan pertandingan dan tidak pernah peduli dengan apa makna yang dikandung dari slogan itu yang penting kompetisi tetap berjalan dengan begitu sepakbola bisa menjadi sebuah hiburan rakyat.

Ok…untuk menutup tulisan ini biar tidak kepanjangan kalau boleh mari kita lupakan sejenak polemik yang terjadi saat ini soal siapa yang benar dan siapa yang salah antara PSSI atau pemerintah. Kenyataan yang kita hadapai saat ini adalah bahwa betapa sepakbola di Asia Tenggara sudah jauh berkembang pesat. Sementara kita masih bergelut dengan kemelut, dan yang lebih menyakitkan lagi beberapa negara yang dulu menjadi santapan empuk Indonesia, kini berubah ada yang sudah bisa mengalahkan Indonesia (dalam berbagai kompetisi dan level usia). Misalnya: Filipina, Brunei Darussalam, Myanmar bahkan Timor Leste berhasil mengalahkan peringkat kita pada daftar peringkat itu bisa dilihat dari daftar terbaru FIFA edisi September (Timor Leste 163 sementara Indonesia peringkat 165).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun