[caption caption="mygosport.net"][/caption]
Bicara kisruh sepakbola memang akhirnya ada tiga kata untuk jawabannya yaitu bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah ‘Kisruh tak berujung’, hal itu dapat kita ketahui dari berbagai episode yang telah ditampilkan oleh keduanya baik itu Menpora maupun PSSI. Mulai dari sebelum dijatuhkanya sanksi oleh pemerintah, PSSI sudah terlihat selalu Apriori dan alergi dengan apapun kebijakan yang diambil kemenpora yang nota bene mewakili pemerinta terkait dengan persepakbolaan Nasional.
Berbagai silang pendapat terus dan selalu saja terjadi, apapun yang disampaikan Kemenpora selalu ditimpali PSSI dengan sangahan atau penolakan walaupun itu kadang sesungguhnya ‘benar’ adanya!. PSSI selalu memperlihatkan sikap yang curiga dan enggan mengikuti apa yang disampaikan Kemenpora mewakili Pemerintah. Tapi anehnya sudah tidak mau mengikuti aturan pemerintah, PSSI tampa rasa sungkan selalu managih infra struktur seperti lapangan sepakbola menjadi tanggung jawab pemerintah.
Terakhir tgl 7 Maret yang lalu, saat turunya keputusan Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Kempora terkait dengan pembekuan PSSI tersebut. Berikutnya berita heboh itu langsung jadi santapan media baik itu cetak atau online tak terkecuali di media warga kompasiana ini, berbagai artikel yang mencerminkan Evoria kemenangan pun bermunculan silih berganti bisa dikatakan semua muncul dengan 'tag line' PSSI menag 3-0? Lalu apa yang terjadi? Silang pendapat kembali dan tetap berlanjut antara kedua pengambil kebijakan itu. Baik itu oleh Kemenpora/Pemerintah maupun para petinggi PSSI. Mereka saling berkomentaria di berbagai media yang terlihat justru sudah mengarah ke konfrontasi terbuka/terang-terangan antara PSSI dan Kemenpora. Khususnya menyangkut antara kedua 'Decision Maker' tersebut Presiden PSSI La Nyala dan Menpora Imam Nacrawi.
Padahal momentum turunya keputusan MA itu sesungguhnya bisa dijadikan ajang untuk saling membuka diri, saling memberi pengertian serta saling menghargai satu sama lainya. Apa lagi seperti kita ketahui sikap pemerintah belakangan sudah mulai melunak terkait langkah pencabutan sanksi itu. Tapi sekali lagi apa yang terjadi? PSSI dengan pongah dan arogannya berkoar dimedia menganggap kemenangn 3-0 ini sudah final alias tidak ada lagi tawar menawar bagi pihak pemerintah/Menpora untuk segera mencabut sanksi tersebut.
[caption caption="bolabanget.com"]
Seperti yang disampaikan Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan mengatakan bahwa Menpora punya waktu 21 hari untuk mencabut surat keputusan yang dikeluarkan 17 April tahun lalu. “Kalaupun Menpora tak mencabut SK itu, otomatis gugur dengan adanya putusan MA,” kata Aristo di kantornya, Selasa, 8 Maret 2016. Dan bahkan Aristo pun juga mengatakan bahwa akan ada dua sanksi yang akan menunggu Menteri Imam jika tak menjalankan putusan MA itu. Pertama, sanksi administrasi berupa teguran dari atasan. Sanksi administrasi ini tertera dalam Pasal 116 Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua adalah sanksi pidana kurungan 4 bulan. Selain itu, Imam harus membayar uang paksa untuk mengganti kerugian PSSI. Sanksi ini tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 216.
Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh pak presiden PSSI LNM terkait dengan syarat pencabutan saksi yang diajukan Menpora, terlepas dari syarat itu bisa diterima atau tidak, hal seperti itukan seharusnya bisa dibicarakan dengan baik-baik, saling menghormati untuk mencari jalan keluar bukannya malah menantang balik "Urusan apa sama dia. Dia itu sudah kalah kok masih ngasih syarat. Nggak ada syaratan-syaratan. Yang jelas PSSI menang mutlak 3-0. Kalau mau cabut, cabut aja. Nggak mau dicabut, sudah tercabut oleh MA. Mau apa dia, ini jangan dipersulit, PSSI sudah menang. Dan sudah nggak butuh dicabut, karena secara otomatis sudah tercabut putusan hukum. Jadi mau syarat opo meÂneh," ungkap Lanyalla, Kamis (10/03/2016)
Padahal sebelumnya ketua Tim Ad hoc Agum Gumelar sudah mengeluarkan pernyataan yang jujur sedikit menyejukan "Jangan pernah ada yang merasa menang atau kalah dengan keputusan MA itu. Sebaliknya, pengurus PSSI dan Menpora Imam Nahrawi menjadikan keputusan MA itu sebagai pengikat kebersamaan untuk membangun prestasi sepakbola Indonesia ke arah yang lebih baik lagi," kata Agum Gumelar di Jakarta, Rabu (9/3)
Begitu juga dengan apa yang disampaikan tokoh sepakbola Nasional asal Solo dan Mantan anggota Tim Transisi PSSI, FX. Hadi Rudyatmo, meminta pemerintah, dalam hal ini Menpora untuk duduk bersama kembali dengan PSSI guna segera menyelesaikan kisruh persepakbolaan yang berkepanjangan ini. “Mari kita sama-sama duduklah karena sepakbola ini untuk Merah Putih bukan untuk kelompok atau golongan. Tidak perlu ada persoalan yang diperdebatkan di media, dimunculkan di permukaan, sehingga jadi perdebatan umum seperti saat ini. Tetapi sebaiknya bagaimana bisa duduk bersama, perbedaan ini diselesaikan didalam satu ruangan, keluar sudah selesai,” katanya usai Rapat Anggota KONI Pusat di Jakarta, Senin (7/3).
Sementara seperti yang kita ketahui dari pemberitaan, Menpora dikatakan tengah mempertimbangkan mengajukan peninjauan kembali (PK). Upaya itu dilakukan bukan merupakan bentuk tidak menghargai putusan MA, tapi melainkan adalah bagian dari upaya penggunaan hak hukumnya. Apa lagi sebelumnya Menpora juga sudah ditugaskan oleh presiden Jokowi untuk dapat menyelesaikan persoalan kisruh sepakbola ini dalam waktu 6 bulan kedepan? Salah satunya dengan mengirim utusan untuk menemui FIFA. Yang tentu saja ini membuat kita harus bisa bersabar dulu menunggu hasil pertemuan tersebut. Pertanyanya berikutnya bagaimana kaitanya dengan keputusan MA yang menolak Kasasi Menpora tersebut?