sumber foto : dunia.inilah.com
Selamat malam semua, sengaja dipembukaan tulisan ini saya kembali mengingatkan apa yang pernah dulu pernah disampaikan oleh pak presiden Jokowi saat mengundang Persib juara turnamen Piala Presiden 2015 (19/10) ke Istana Negara yang mengatakan "Kalau kita lihat main segitu bagusnya PIala Presiden masa ranking kita di FIFA ke-171? Geleng-geleng kita. Kita di bawah negara kecil-kecil. Kita ini bangsa besar, pemain-pemain kita juga potensial dan sangat baik. Ini ada yang salah dan inilah yang akan kita kerjakan," kata Jokowi.
Dan sekedar merivew situasi dan kondisi persepakbolaan Indonesia, sanksi FIFA itu mulai diberlakukan sejak 30 May 2015, kalau dihitung sampai saat ini sudah berjalan hampir 6 bulan lamanya, begitu juga dengan langkah Pertemuan antara pemerintah dengan delegasi Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) serta AFC, diawal bulan ini (2/11) lalu juga sudah hampir sebulan berlalu.
Namun sepertinya hasil atau tindak lanjut dari pertemuan di Istana Negara tersebut masih belum terlihat hasilnya. Padahal agenda utama kedatangan delegasi FIFA & AFC tersebut adalah ingin mengetahui secara persis apa sebenarnya yang terjadi pada persepakbolaan Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot Dewa Broto "Mereka hanya mengatakan ingin mencari tahu, bagaimana sih masalah sepak bola, masalah PSSI yan ada di Indonesia," kata Gatot. Memang sesungguhnya pertemuan seperti inilah yang sangat diharapakan dan ditunggu-tunggu oleh para insan sepak bola Indonesia, karena sejak PSSI dibekukan dan disanksi FIFA kiprah Indonesia di pentas internasional otomatis terhenti begitu juga dengan kompetisi dalam negri pun juga ikut terhenti.
Sementara itu melihat situasi terkini, sepertinya hubungan antara pemerintah dan PSSI akan kembali memanas. Karena sebagaimana yang diberitakan pemegang otoritas sepakbola nasional itu (PSSI) mulai terlihat galau dan menuding pemerintah/kemenpora bahwa mandeknya kelanjutan dari penyelesaian kisruh sepakbola ini karena ulah pemerintah. "Mereka seperti memelihara konflik," kata Aristo Pangaribuan, Direktur Hukum PSSI (23/11).
Memang terkait dengan tim Ad Hoc ini, Pemerintah secara tegas menolak bergabung dalam komite yang dibentuk FIFA tersebut dengan alasan Pemerintah tidak mengetahui substansi pembentukan komite tersebut. Padahal pada pertemuan sebelumnya antara delegasi FIFA dengan Presiden Joko Widodo telah disepakati adanya pembentukan wadah bernama “Tim Kecil” untuk menyelesaikan konflik PSSI ini. Dan Pemerintah merasa tidak pernah diberi tahu oleh FIFA bahwa akan ada rencana pembentukan komite Ad Hoc itu selain dari tim kecil tersebut, apa lagi rencana pembentukan komite Ad Hoc ini memang diumumkan FIFA setelah kembalinya dari pertemuan dengan Presiden Jokowi.
Dengan alasan itulah akhirnya pemerintah menolak mengutus perwakilannya dalam keangotaan komite Ad Hoc tersebut, hal itu disampaikan Gatot S. Dewabroto, juru bicara Kementerian Olahraga, yang menegaskan bahwa pemerintah tak akan bergabung dalam komite Ad Hoc tersebut, bila FIFA tidak mengirimkan kerangka acuan wadah tersebut. "Bila FIFA sudah menjelaskan kerangka acuan komite, kami pasti akan mengkaji kembali untuk bergabung atau tidak," ujarrnya.
Tapi ok lah………kita lupakan dulu tulisan diatas, yang menarik adalah komentar dari Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan yang mengatakan bahwa "Mereka seperti memelihara konflik," dimana kalau kita kembali kebelakang, berawalnya kisruh ini dimulai sejak penghentian Liga Super Indonesia 2015 atau Liga QNB pertanggal 12 april 2015 lalu. Padahal saat itu Liga baru saja berjalan beberapa hari (04/12). PSSI dan PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi kala itu lebih memilih menghentikan semua pertandingan dari pada harus mengikuti arahan BOPI yang notabene adalah kepanjangan tangan pemerintah. Berdasarkan hasil verifikasinya (BOPI) melarang dua klub yang dianggap bermasalah atas kepemilikaknya yaitu Arema Cronus dan Persebaya ikut bertanding sebelum keduanya menyelesaikan terlebih dahulu permasalahanya.
Tapi PSSI dan PT Liga tetap keukeh dan berdalih bahwa mereka tidak bisa menggelar liga kalau hanya dengan 16 klub saja, karena sesuai hasil kongres mengamanatkan bahwa kompetisi diikuti oleh 18 klub. Sementara untuk kelanjutannya (Liga) akan menunggu hasil keputusan dari executive committee yang baru hasil kongres luar biasa PSSI pada 18 April di Surabaya itu.
Sementara di sisi lain, kala itu BOPI menuntut PSSI/PT Liga agar tidak menghentikan liga. karena kalau sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Umum BOPI No SB.012/BOPI/KU/IV2015, menerangkan bahwa liga harus dijalankan sampai tuntas sejak dimulainya tanggal 4 April 2015 itu. Penundaan yang dilakukan itu akan berbuah sanksi terhadap PT LI dan PSSI. ”Kalau liga dihentikan, kami akan evaluasi dalam bentuk teguran, baik itu PSSI maupun PT Liga. Sesuai undang-undang, BOPI punya hak untuk itu,” kata Noor Amman, ketua umum BOPI.
Dan sejak itu mulailah episode panjang kekisruhan ini, PSSI pun mulai mengeluarkan berbagai jurus ancamannya kepada pemerintah/kemenpora yang antara lain seperti intervensi pemerintah tersebut akan membawa Indonesia ke sanksi FIFA, tapi ternyata Pemerintah/Menpora tak bergeming, puncaknya terjadi setelah Menpora memberikan surat teguran (SP) 1,2 dan tiga. Tapi sayang hal ini kurang direspon oleh pengurus PSSI, dan bahkan mengatakan nggak-ada-urusan-dengan-kemenpora , merasa tidak mendapatkan respon yang positif/memuaskan dari PSSI, akhirnya membuat Pemerintah/Menpora mulai kehabisan kesabaran maka langkah berikutnya yang dilakukan adalah menjatuhkan sanksi kepada PSSI tepat sehari menjelang KLB di Surabaya itu (18/4) dan sebulan kemudian juga diikuti oleh jatuhnya sanksi FIFA (30/5) dengan alasan adanya Intervensi Pemerintah.