Harga minyak mentah Brent pada minggu lalu turun 10%, tercatat sebagai harga termurahnya sejak tahun 2004 silam. Menguatnya nilai tukar Dolar AS menjadi faktor non fundamental yang mendorong harga minyak mentah turun, bahkan diperkirakan harga minyak mentah ini bisa turun hingga dibawah $20 per barel.
Lazimnya, jika nilai Dolar AS menguat 5 persen maka harga minyak mentah bisa jatuh sekitar 10-25%. Dengan kondisi saat ini, dimana suplai minyak mentah dunia mengalami kelebihan pasokan, tak heran jika harga minyak mentah masih sulit naik kembali diatas $60 per barel. Saat ini, harga minyak mentah berayun dalam kisaran harga $35 - $55 per barel. Tentu saja, melihat prospek penguatan Dolar AS di tahun ini, peluang harga minyak mentah untuk turun, setidaknya dalam kisaran lebih lanjut di harga $20-$25 per barel akan lebih mudah tercapai. Bagaimanapun juga, menguatnya Dolar AS serta faktor-faktor non fundamental lainnya, masih akan memegang peran penting bagi jatuhnya harga minyak mentah lebih lanjut.
Tahun 2015, tercatat sebagai tahun ketiga penurunan harga minyak mentah Brent secara beruntun, di awal tahun 2016 ini saja telah mengalami penurunan harga sebesar lebih dari 11%. Pihak OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) secara efektif masih tidak mengurangi batasan produksinya dalam pertemuan Desember kemarin. Hal ini tentu saja melanggengkan kondisi melimpahnya suplai minyak mentah global. Terlebih diketahui bahwa stok minyak mentah AS juga masih sekitar 100 juta barel diatas rata-rata stok mereka selama lima tahun terakhir ini.
Minggu lalu, harga minyak mentah turun kencang didorong fluktuasi yang terjadi di bursa saham Tiongkok setelah negeri Tirai Bambu tersebut berusaha memadamkan kerugian di bursa saham dan menstambilkan nilai tukar Yuan. Apresiasi Dolar AS, sebesar 3,2% setidaknya berdampak pada depresiasi Yuan sebesar 15%, dan membuat harga minyak mentah berpeluang turun lebih lanjut. Tidak mustahil harga minyak bisa turun dibawah $20 per barel. Harga minyak mentah Brent, saat ini diperdagangkan pada kisaran harga $33 per barel di lantai bursa ICE Futures Europe, London. Ini merupakan harga termurahnya sejak Juni 2004.
Kecenderungan harga minyak mentah untuk turun hingga dibawah $20 per barel memang mengemuka semenjak proyeksi kenaikan suku bunga AS terjadi, dimana kenaikan suku bunga ini akan semakin memperkuat nilai tukar Dolar AS dan memberikan pukulan harga bagi komoditi minyak mentah. Faktor fundamental dari Minyak Mentah sendiri juga cukup beralasan, suplai minyak mentah saat ini secara global mengalami kelebihan. Parahnya, tangki-tangki penyimpanan minyak mentah di AS dikabarkan Goldman Sachs Group Inc. hampir penuh sementara belum ada sinyal pengurangan produksi lebih lanjut. Tentu saja ini semakin memperbesar peluang jatuhnya harga minyak mentah dikemudian hari.
Data dari Badan Informasi Energi AS (Energy Information Administration, EIA) menyatakan bahwa stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma yang selama ini menjadi titik distribusi minyak mentah AS dan menjadi patokan industri minyak mentah disana, sekaligus menjadi penyimpanan minyak mentah terbesar, mengalami kenaikan simpanan selama sembilan minggu atau mencapai 63,9 juta barel hingga 1 Januari 2016. Padahal kapasitas simpanya hanya sebesar 73 juta barel.
Dalam pandangan yang lebih luas, jatuhnya harga komoditi global saat ini akan dikaitkan dengan melambatnya perekonomian Tiongkok. Banyak pihak yang berharap dengan jatuhnya harga minyak mentah yang drastis ini akan membuka kesempatan bagi kenaikan permintaan minyak mentah khususnya dari Tiongkok. Nyatanya, permintaan minyak mentah Tiongkok tidak mengalami pertumbuhan, bahkan sebaliknya menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Tentu saja ini merupakan dampak ekonomi Tiongkok sendiri yang sedang lesu.
Pada bulan November, permintaan minyak mentah Tiongkok mengalami kontraksi sebesar 2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan yang pertama kali terjadi semenjak penurunan harga minyak mulai Juli 2014 silam. Permintaan akan gasoline memang masih solid, namun mengingat pengguna industri “tua” yaitu mesin diesel ini sudah menyusut, tentu saja akan menurunkan konsumsi akhir.
Ekonomi Tiongkok mengerucut baik dari segi pertumbuhan rata-rata dan besarannya, hal ini menjadi sentimen utama yang mempengaruhi permintaan minyak mentah di tahun ini. Pada tahun ini diperkirakan permintaan minyak mentah Tiongkok akan turun, hanya sekitar 300 ribu barel per hari atau turun sebesar 3% dibandingkan catatan tahun lalu 510 ribu barel per hari, tentu saja ini tidak lepas dari kondisi umum ekonomi negeri tersebut. Angka ini bahkan masih rendah dibandingkan rata-rata permintaan minyak mentah selama rentang waktu 2011-2014 sebesar 361 ribu barel per hari.
Dengan demikian, sangat mungkin mendapati harga minyak mentah diharga $20 per barel nantinya, berdasarkan faktor-faktor baik fundamental maupun non fundamental tersebut. (Lukman Hqeem)