Bursa saham AS menutup perdagangan diakhir tahun 2018, pada Senin (31/01) dengan kenaikan tipis. Optimisme pelaku pasar hadir bersamaan dengan sikap hati-hati atas berita perundingan perdagangan AS -- China. Meski demikian, hasil ini tidak bisa membantu dalam menghapus jejak penurunan kinerja bursa, Â tercatat di tahun 2018 dengan kinerja tahunan terburuk sejak 2008.Â
Indek Dow Jones naik 265,06 poin, atau 1,2%, menjadi 23.327,46, sedangkan Indek S&P 500 naik 21,11 poin, atau 0,9% menjadi 2.506,85. Indek Nasdaq naik 50,76 poin, atau 0,8% menjadi 6.635,28. Tahun 2018 menandai untuk pertama kalinya sejak 1978 bagi Dow Jones dalam menyelesaikan perdagangan di zona merah setelah naik dalam tiga kuartal pertama.Â
Sementara bagi menjadi yang pertama kalinya untuk indek S&P 500 sejak 1948. Bagi Nasdaq, ini hanya kedua kalinya dalam sejarahnya untuk gagal mempertahankan keuntungan sepanjang Januari-hingga-September sampai akhir tahun, yang terakhir adalah 1987, menurut kelompok Dow Jones Market Data.
Presiden Donald Trump dalam cuitannya pada hari Sabtu (28/12) mengatakan bahwa ia dan pemimpin Cina Xi Jinping telah membuat "kemajuan besar" dalam diskusi telepon tentang perdagangan, dan bahwa kesepakatan "berjalan dengan sangat baik." Tetapi sumber yang dekat dengan pembicaraan mengatakan Trump, menyatakan bahwa ini telah melebih-lebihkan kemajuan dalam upaya untuk menenangkan pasar, menurut The Wall Street Journal.
Bursa saham Asia selain Jepang menguat pada Senin, dimana saham perusahaan China yang terdaftar di Hong Kong berfluktuasi setelah cuitan Presiden AS Donald Trump tersebut. Indek Nikkei dan KOSPI tutup dalam perdagangan hari Senin, menjadikan hari Jumat sebagai hari terakhir perdagangan mereka pada 2018.Â
Nikkei mencatat kerugian tahunan pertamanya sejak 2011. Penurunan ini terjadi setelah bank sentral negara itu mengeluarkan ringkasan pendapatnya, mengutip adanya risiko penurunan aktivitas ekonomi global.Â
Dalam catatam tersebut dikatakan adanya prospek ekonomi global, dimana risiko telah dimiringkan ke penurunan secara keseluruhan di tengah meningkatnya ketidakpastian dan pandangan yang berlaku bahwa situasi seperti itu akan berlarut-larut, dalam catatan dari Bank of Japan.Â
Data ekonomi Jepang terkini menyebutkan produksi industri Jepang menurun pada bulan November. Dengan mencatatkan penurunan 1.1 % dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran di negara itu juga meningkat menjadi 2.5 persen pada November, dibandingkan dengan 2.4 persen pada Oktober, menurut data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi.Â
Sementara itu, data ekonomi terbaru dari China menunjukkan aktivitas manufaktur mencapai level terendah selama dua tahun terakhir. Ini menandai adanya pelemahan yang tumbuh di negeri Tirai Bambu. Â
Meski demikian, melihat sejumlah peristiwa yang akan terjadi dalam beberapa minggu kedepan di awal tahun baru, dipercayai pasar saham akan naik lebih tinggi karena internal taktis dan sentimen ekstrem secara moderat.Â
Kisaran perdagangan secara luas akan ada sekitar 2.346 dan resistance di 2.600, untuk indek S&P 500. Kombinasi window dressing dan bargain hunting memberikan dorongan kenaikan bersama dengan berita terkait perdagangan. Laju kenaikan saham akan dibayang-bayangi kejadian penutupan operasional pemerintahan AS.