Mohon tunggu...
Humaniora

Ayahku Dekat, Meski Kerja di Laut Lepas

27 Agustus 2017   21:51 Diperbarui: 8 September 2017   10:19 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat masih kecil saya sering iri jika melihat para ayah mengantar anaknya atau mengambil raport ke sekolah. Tidak seperti teman-teman yang lain, ayah hanya pulang setahun dua kali. Bahkan jika sedang bertugas ke negeri nun jauh di sana, hanya bisa pulang dua tahun sekali. Praktis, saat Ramadhan bahkan lebaran, kami jarang bersama.

Seperti pemuda Pulau Bawean pada umumnya, begitu lulus SMA mereka harus bisa mencari nafkah sendiri. Jalan yang paling mudah dengan menjadi pelayar. Bawean adalah pulau kecil yang terletak antara Jawa dan Kalimantan. Mayoritas penduduknya adalah suku Madura. Maka sejak masih belia, beliau harus banting tulang, bekerja di lautan hingga berbulan-bulan lamanya.

Ya, sudah  25 tahun Ayah menjadi pelayar. Panas, badai, hujan, dan ombak menjadi teman setianya. Tidak mudah menjalani hidup seperti ini, namun demi tanggung jawab sebagai orang tua, beliau rela melakukan apa saja, terpisah ribuan mil oleh jarak dan waktu dengan keluarga tercinta.

Sebelum adanya internet seperti sekarang, satu-satunya komunikasi dengan ayah melalui telpon. Dulu kami tidak mempunyai pesawat telpon sendiri, sehingga setiap kali kali ayah menelpon harus menumpang ke rumah tetangga, itupun suara yang terdengar sering putus-putus. Jika ada uang, ibu akan mengajak anak-anaknya ke wartel (warung telekomunikasi) untuk menanyakan kabar ayah. Kami hanya diberi waktu beberapa detik, karena biaya menelpon interlokal yang sangat mahal.

Hal paling menyedihkan ketika adik lahir. Karena masih bertugas di perairan Jepang, ayah tidak bisa menunggui ibu bersalin. Hanya nenek yang menemani. Ayah baru bisa cuti ketika adik saya berumur 1,5 tahun. Saat ayah hendak memeluk adik untuk pertama kalinya, ia menangis keras. Ia menolak untuk dipeluk apalagi di gendong. Sudah menjadi naluri bayi, akan menangis jika bertemu dengan orang tak dikenal, meski ibu kerap memperlihatkan wajah ayah dari foto. Saat itu pertama kalinya, diam-diam saya melihat ayah menangis. Alhamdulillah, kejadian itu tak berlangsung lama, tiga hari kemudian adik sudah mau digendong oleh ayah.

Jaman berubah. Kini jarak bukan lagi jadi masalah. Kecanggihan smartphone dan kecepatan internet membuat kami tetap saling berkomunikasi meski ayah bertugas di lepas pantai sekalipun, terlebih saat XL memperkenalkan teknologi 4G di tanah air. Pulsa internet jadi sangat terjangkau dengan jaringan yang kuat dan stabil. Kerinduan pada sosok ayah bisa terobati, kapanpun dan dimanapun beliau berada, kami bisa saling melepas rindu melalui videocall dengan kualitas gambar dan suara yang sangat jernih.

Lihatlah teknologi 4G XL telah mengubah peradaban manusia. Rasanya baru beberapa tahun lalu saya harus membeli pulsa hp sampai ratusan ribu demi mendengar kondisi dan cerita ayah, kini meski seharian berbincang, saya hanya butuh membeli pulsa internet yang harganya tak seberapa.

Tak hanya mempermudah komunikasi, internet cepat sangat bermanfaat memajukan perekonomian. Beberapa tahun silam, saya tak pernah membayangkan, bisa bekerja kapan dan dimanapun berada.  Saat masih kuliah, yang ada dalam bayangan hanyalah lulus sesegera mungkin, bekerja di perusahaan bonafit yang menawarkan gaji besar. Sebagai anak, tak tega rasanya melihat ayah bekerja di usia yang tak lagi muda. Saya ingin beliau tinggal di rumah saja menikmati masa tua, biar saya yang menghidupinya.

Setelah menikah dan punya anak, keinginan itu sirna. Munculnya 4G yang diperkenalkan XL pada 2013 lalu, mengubah mindset saya: Dulu ayah melewatkan waktu kebersamaan dengan keluarga, kenapa saya harus mengulanginya? Jika dari rumah bisa menghasilkan rupiah, kenapa tidak?

Dengan modal pas-pasan saya lalu memberanikan diri merintis konveksi baju muslim. Mulai dari membeli bahan, memproduksi, hingga pemasaran saya kerjakan sendiri. Agar produk dikenal di seluruh Indonesia, saya membuat website. Teknologi GoogleAdWords pun menjangkau costumer lebih cepat. Bayangkan, hanya bermoda pulsa XL, internet bekerja untuk kita, 7 hari 24 jam. Bandingkan jika saya harus menggunakan jasa sales, pengeluaran untuk gaji sangat besar, sedang produk mungkin hanya diketahui orang-orang sekitar. Jam kerja sales pun terbatas. Intinya, keberadaan internet jauh lebih efektif dibanding tenaga manusia.

Perlahan tapi pasti usaha saya mulai berkebang. Hanya dalam waktu 8 bulan, saya sudah bisa mempekerjakan 2 orang. Dari usaha tersebut,  saya bisa menyisihkan uang untuk orang tua. Hal yang menjadi catatan saya selama menjalankan bisnis online selain kualitas produk, costumer mengutamakan respon yang ramah dan cepat, server website yang tidak gampang down, serta nomor pengiriman diinfokan dengan cepat. Semua itu tak akan bisa dicapai tanpa akses internet  yang lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun