Mohon tunggu...
hotma dumaris
hotma dumaris Mohon Tunggu... -

I am a doctor

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dampak Sistem Pembayaran Kapitasi pada SDM Puskesmas dalam Era JKN

24 Juni 2014   16:20 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Tribunnews/Haerudin)

[caption id="" align="aligncenter" width="626" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Tribunnews/Haerudin)"][/caption] Dampak Sistem  Pembayaran Kapitasi pada SDM Puskesmas Dalam Era JKN Oleh: Hotma Dumaris Program Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial dimana pada saat ini, premi untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dibayar oleh pemerintah yang disebut dengan Penerima Bayaran Iuran (PBI) sedangkan masyarakat mampu membayar sendiri iuannya melalui Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). Masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di PPK Tk 1 ( Puskesmas) tidak perlu membayar lagi karena pembayaran akan dilakukan oleh BPJS dengan metode pembayaran kapitasi, dimana sebelumnya metode pembayaran menggunakan sistem kleim terhadap pelayanan yang telah diberikan. SDM Puskesmas sepertinya masih banyak yang  belum memahami dengan jelas sistem (metode) pembayaran kapitasi ini. Banyak SDM yang menganggap bahwa banyaknya kapitasi memberatkan atau menambah beban kinerja mereka sehingga sering sekali pada saat masyarakat ingin mengambil formulir isian dari puskesmas yang digunakan untuk mendaftar menjadi anggota PBI pada BPJS dipersulit pengurusannya. Tidak jarang timbul anggapan bahwa masyarakat yang datang berobat tidak perlu dilayani dengan baik karena mereka tidak membayar alias gratis. Bahkan kadangkala  keluar ungkapan : “Sudah gratis minta puas “ dari SDM pemberi pelayanan kesehatan.   Pemikiran yang salah dari SDM  ini tentu saja berpengaruh buruk terhadap  mutu pelayanan kesehatan. Dari sisi penerima pelayanan, sering sekali keluar keluhan tentang mutu pelayanan yang buruk, seperti pasien dilayani sekedarnya saja, pelayanan setengah hati, senyum dan keramahan menjadi barang langka, tidak ada kepedulian, dan lain sebagainya. Seakan-akan Sistem Kesehatan Nasional, yang telah dirancang sedemikian rupa oleh petinggi –petinggi penentu kebijakan nasional, semuanya hanya menimbulkan masalah. Masing-masing pihak merasa berada diposisi yang dirugikan. Sosialisasi sistem pembayaran kapitasi ini sangat penting untuk dilakukan oleh Pimpinan Puskesmas kepada seluruh SDM agar SDM memiliki pemahaman yang benar. Dengan adanya pemahaman yang benar, diharapkam SDM dapat merubah perilakunya untuk lebih baik sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan kepada pasien. Pada sistem pembayaran kapitasi, BPJS sebagai pihak penjamin pembayanan atas pelayanan kesehatan, melakukan pembayaran  dengan harga (price) yang sama untuk tiap orang, dengan paket pelayanan yang sama dalam satu periode (satu ) bulan yang disingkat dengan 4P ( 1 Person, 1 Price, 1 Paket, 1 Periode), sebelum pelayanan diberikan. Sebagai contoh, bila salah satu puskesmas di DKI Jakarta ditetapkan mempunyai kapitasi sebesar 100 ribu orang dengan  harga Rp. 6000/ orang, maka setiap bulan puskesmas tersebut akan menerima 600 juta setiap bulan, selama 1 tahun sebesar 7,2 miliar. Jumlah yang sangat fantastis bukan?? Bila jumlah kapitasi ini ditambah maka secara otomatis, penghasilan Puskesmas akan semakin besar. Mengingat selama ini Puskesmas tersebut paling hanya menghasilkan pendapatan sebesar 1,2` miliar setahunnya. Adapun jumlah pasien yang berobat ke Puskesmas Kecamatan dan seluruh Puskesmas Kelurahan selama satu bulan berkisar 8 ribu sd 10 ribu pasien (10% dari jumlah kapitasi). Pada sistem pembayaran kapitasi justru jumlah kapitasi yang besarlah yang menjadi harapan provider pemberi pelayanan kesehatan.Semakin besar jumlah kapitasi maka akan semakin besar pendapatan puskesmas. Bisa dibayangkan apabila jumlah kapitasi sebesar ini  diberikan kepada PPK tingkat 1  pihak swasta (klinik ) maka akan banyak   klinik swasta yang akan mendaftar untuk menangkap peluang ini. Apalagi setelah keluar Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2014 tentang Penggelolaandan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I Milik Pemerintah Daerah, dimana pada pasal 12 ayat 4 tertulis Jasa pelayanan kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari total penerimaan dana kapitasi JKN dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Artinya jasa pelayanan kemungkinan masih bisa dinaikkan lebih dari 60 % bila dana operasional bisa dihemat. Dari perhitungan di atas, bila setiap bulan dana kapitasi yang masuk sebesar 600 juta maka jasa pelayanan yang dibagi kepada pegawai sebesar 360 juta.  Sebagai contoh bila  jumlah karyawan 150 orang maka bila dibagi rata tiap orang bisa menerima 2,4 juta.  Jadi terbukti bahwa sistem kapitasi yang ditetapkan dalam era JKN ini tidaklah merugikan SDM malah menguntungkan, dimana terjadi peningkatan jasa pelayanan yang besar Disamping itu, pola pikir SDM bahwa pasien tidak membayar alias gratis harus diluruskan karena sebenarnya tidak ada yang gratis. Memang pasien tidak langsung mengeluarkan biaya atas pelayana yang diterimanya  tetapi ada pihak pembayar yang melakukan pembayaran dalam hal ini BPJS. Diharapkan dengan terbukanya pola pikir SDM tersebut, maka pelayanan dapat lebih ditingkatkan lagi. Senyuman dan keramahan saat melayani pasien diharapkan dapat mengurangi keluhan atas penyakit yang dirasakan oleh pasien ditambah kepedulian, ketelitian, ketanggapan, dan empati  dari SDM pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang merupakan tujuan Sistem Kesehatan Nasiona kita. Pengertian SDM yang benar  terhadap sistem pembayaran kapitasi ini diharapkan menimbulkan pemikiran yang positif bagi SDM yang akan memberikan  pelayanan yang bermutu. Pemikiran yang negatif dari SDM pemberi pelayanan kesehatan kemungkinan   bisa  saja timbul  dimana untuk meningkatkan keuntungan ( meningkatkan persentase jasa pelayanan dengan menekan biaya operasional ) maka dipaksakan  melakukan penghematan biaya operasional terhadap obat dan Bahan Habis Pakai secara tidak benar dan tidak bermartabat yang dapat menurunkan mutu pelayanan dan merugikan pasien. Hal ini selayaknya jangan pernah terjadi karena proporsi yang telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan tentunya sudah melalui pemikiran dan penghitungan  yang panjang dengan banyak pertimbangan. Upaya yang positif dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase jasa pelayanan dengan cara membangun kesehatan masyarakat dengan cara promotif dan preventif sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat yang berdampak pada turunnya jumlah masyarakat yang sakit yang memerlukan upaya kuratif. Bila hal ini tercapai maka pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan sama-sama diuntungkan. Metode pembayaran kapitasi kepada puskesmas ini, hendaknya mampu mendorong ke arah kendali biaya, jaminan mutu dan efisiensi internal. Upaya pelayanan kesehatan untuk melakukan kendali biaya sekaligus kendali mutu adalah dengan menerapkan suatu standarisasi pelayanan. Selain itu, untuk melindungi pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu diterapkan suatu kontrol bagi pemberi jasa pelayanan. Akhir kata,  berpikir positif  dan bertindak positif sangat diperlukan. Rezeki yang datang pada saat ini (jasa pelayanan yang meningkat ) hendaknya disyukuri dengan mewujudkan pelayanan yang bermutu karena ada wacana jumlah  kapitasi yang besar  ini akan dialihkan  kepada  fasilitas pelayanan kesehatan  swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun