Mohon tunggu...
hotli simanjuntak
hotli simanjuntak Mohon Tunggu... -

like to see people habit... and write it down on a sheet of paper

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Parmalim dan Pemuja Setan

23 Agustus 2010   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meski agama Malim adalah agama milik Suku Batak, tidak banyak orang Batak yang tahu soal agama ini. Bahkan tak jarang orang Batak yang sudah beragama Kristen maupun Islam menduga bahwa agama ini adalah agama Pemuja Setan (Sipele Begu) .Informasi yang mengatakan bahwa Parmalim erat kaitanya dengan "begu ganjang", "sipele begu (Penyembah setan) sudah akrab di telinga kaum penganut agama Malim, walaupun kenyataanya adalah salah sama sekali. Sebenarnaya stigma soal agama pemuja setan ini sengaja di munculkan oleh Belanda untuk menghentikan perjuangan Sisingamangaraja melawan Belanda.

Dalam Parmalim, falsafah yang di pakai adalah "Suhi Ampang Na Opat" yaitu, somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru dan somba tu Raja. Beda jauh dengan falsafah Batak yang dipakai saat ini, yaitu “Dalihan Na Tolu”. Dalam Dalihan Na Tolu tidak ada di sebutkan hormat kepada Raja. Tapi kalau dalam Parmalim, hormat kepada raja adalah salah satufalsafah orang Batak dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya pengikut Sisingamangaraja selalu bisa melawan gempuran Belanda, karena semua masyarakat Batak saat itu selalu menghormati dan melindungi rajanya, yaitu Sisingamangaraja.

Agama Malim sendiri adalah berdasar dari adat Batak. Bagi para pengikut agama Malim, adat adalah agama yang mengajarkan manusia untuk bisa berlaku dan bertindak mencermikan penghormatan kepada penguasa alam semesta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam bahasa Batak di sebut “Mula Jadi Na Bolon”. Dan ini sudah di ajarkan oleh Sisingamangaraja kepada para pengikut dan masyarakat Batak pada masa pemerintahanya.

Karena kuatnya perlawanan Sisingamangaraja dan para pengikutnya, Belanda berusaha menghapuskan falsafah ini dengan tujuan untuk melemahkan perjuangan Sisingamangaraja dan para pengikutnya. Caranya adalah menyebarkan agama Kristen melalui para Missionaris seperti Nommensen, dengan embel embel bahwa Parmalim adalah agama penyembah setan dan harus di jauhi. Padahal sebenarnya mereka ingin menghabisi pengikut Sisingamangaraja dengan mencoba merubah keyakinan para pengikut. Logikanya, dengan orang batak mejadi Kristen, maka tidak akan adalagi yang mendukung Sisingamangaraja untuk melawan Belanda. Misi mengkristenkan orang Batak juga di ikuti dengan kampanye bahwa Parmalim adalah penyembah setan.

Sebenarnya Agama Malim bukanlah agama yang menyembah dan memuja setan. Dalam ajaranya secara jelas di katakan bahwadialam semesta ini hanya ada satu pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Tidak jauh beda dengan agama lainya yang saat ini diakui di Indonesia. Dalam keyakinan agama Malim, Tuhan Yang Maha Esa menurunkan rahmat dan ajaranya kepada orang dan tempat yang berbeda-beda. Maksudnya adalah, Tuhanya tetap satu, tapi orang-orang yang bertugas untuk menyampaikan ajaranya di Bumi berbeda-beda. Misalnya bagi kristen Yesus adalah anak Allah yang di utus ke dunia, bagi Islam, Muhammad adalah Nabi yang menyampaikan firman Tuhan ke Bumi bagi Umatnya. Demikiann juga dengan Hindu atau Budha.

Bagi Parmalim, ada beberapa tokoh yang dianggap sebagai Nabi di dunia ini. Atau dalam bahasa kerenya, perwakilan Tuhan di Dunia. Misalnya, Nagapandohaniaji, Boru Deak Parujar, Raja Nasiak Bagi maupunsisingamangaraja. Mereka dianggap sebagai Nabi yang mewakili Tuhan Yang Maha Esa di Dunia.

Sialnya, tidak banyak orang di Indonesia ini, khusunya orang Batak yang tidak mengetahui hal ini. Akibanya, banyak orang Batak yang selalu berpandangan negative kepada para pengikut agama Malim. Hal ini juga di dukung oleh lembaga-lembaga keagamaan resmi yang saat ini ada di Indonesia.

Tidak heran ketika sekelompok orang Batak yang berasal dari HKBP menolak pendirian rumah ibadah agama Malim di Medan beberapa waktu yang lalu. Ini adalah akibat biasnya informasi yang di dapat oleh masyarakat terkait dengan keberadaan penganut agama Malim ini. Akibanya mereka menjadi kelompok yang termajinalkan di tengah-tengah komunitasnya sendiri. Memang sampai saat ini belum pernah terjadi kekerasan dan pertikaian yang melibatkan kedua penganut agama yang berbeda tersebut. Semoga saja tidak pernah terjadi.

Tidak gampang kita menutup mata dengan realita yang terjadi saat ini di Indonesia, kekerasan timbul karena perbedaan pandangan soal agama dan keyakinan.

Saat warga HKBP merasa terzalimi dengan pelarangan rumah ibadahnya di Bekasi, harusnya warga HKBP juga sadar bahwa salama ini mereka juga melakukan hal yang sama kepada kelompok lain yang nota bene masih satu suku. Suku Batak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun