Maka, seandainya saya jadi MenAg, yang akan saya lakukan adalah
Sertifikasi Ulang Guru Agama
Meski guru agama di bawah Kemenag sudah memperoleh sertifikat pendidik perlu menyertifikasi ulang guru agamanya. Terlebih terhadap ajaran-ajaran radikal. Sebab dua jam pelajarana gama di sekolah tiap minggunya sangat menentukan perilaku siswa. Terlebih dalam pelajaran Kurikulum 2013 yang memuat empat kompetensi, yaitu kompetensi spritual, kompetensi sosial, kompetensi kognitif dan kompetensi psikomotorik.Â
Yang menarik adalah kompetensi spritual dan kompetensi sosial wajib hadir di semua mapel. 'Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya' demikian kompetensi spritual yang wajib hadir di semua mata pelajaran. Bagaimana bila doktrin yang diajarkan guru agamanya salah maka salahlah penerapannya ke semua mata pelajaran.Â
Selanjutnya Kemenag bekerjasama dengan kementerian yang terkait seperti Kominfo untuk lebih mempertajam kurikulum literasi yang sudah ada saat ini seperti mengedukasi guru agama mengenali hoaks agama, mencegah hoaks agama dan akhirnya belajar menciptakan berbagai media pembelajaran sebagai kontens positif untuk menyeimbangkan delapan ratus ribu situs hoaks negatif tadi.
Sertifikasi Tokoh Agama
Meski isu ini sempat menjadi perdebatan, tetapi hal ini sangat penting mengingat hoaks bukan lagi hanya lewat media sosial tetapi juga sudah lewat rumah-rumah ibadah. Mengapa akhirnya metode ceramah ini dianggap efisisen? Budaya lisan masih sangat kental dibandingkan budaya tulisan. Lebih percaya kepada lisan daripada tulisan, misalnya sudah ada pun tulisan HABIS, masih saja tetap bertanya kepada petugas pom bensin, "Habis ya, Bang ?".Â
Hal ini dapat dimaklumi karena terbatasnya pengetahuan sebagai akibat rendahnya literasi masyarakat kita. Bahkan untuk mau men-crossceck ke sumber lain pun sangat enggan sebagai akibat rendahnya literasi masyarakat kita. Terlebih lagi bila sudah terlanjur percaya dan nyaman pada seorang tokoh, argumen apa pun yang diajukan tidak akan diterima lagi. Ia akan menutup telinganya dan nyaman pada kebenciannya yang fanatik itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H