Hujan. Hujan adalah sebuah bagian dari siklus air, dimana setelah proses panjang air dalam bentuk gas kembali berubah dalam bentuk yang cair akibat dinginnya troposfer. Dalam kesenian, hujan sering diasosiasikan dengan sebuah peristiwa yang menyedihkan, dan terkadang memicu amarah juga. Hujan sendiri dapat membawa manfaat bagi manusia, namun juga terkadang keburukan, yah meski kebanyakan terjadi karena ulah manusia sih. Di kala hujan ini para petani pasti akan berbahagia karena tanaman mereka akan terpenuhi kebutuhan airnya, para montir pasti akan berbahagia karena ada banyak orang bodoh yang menerobos banjir dan merusak motor mereka. Heh, begitulah orang Indonesia terlalu keras kepala sehingga malah merugikan diri mereka sendi... Ah sial melenceng lagi.
Namaku Nusa, saat ini aku sedang duduk di depan meja belajarku. Diatasnya ada secarik kertas kosong (Benar-benar tak ada seikitpun tulisan disana), yang kugunakan untuk mengerjakan pr bahasa Indonesia. Huft, kebiasaanku apabila menulis karangan kambuh. Suasana nyaman karena hujan di luar membuatku ngelantur tentang hujan. Aih, padahal karangan tentang "Indonesiaku yang indah", tidak ada kaitannya dengan hujan.
Kehabisan ide, aku kemudian keluar dari kamarku, turun ke lantai bawah untuk bertanya pada orang tuaku. Turun dari tangga, kebetulan ayahku adalah orang yang pertama kali kulihat. Seperti biasa ia sedang sibuk dengan pekerjaan kantornya, sambil mendengarkan lagu-lagu yang juga kusukai. Sempat bingung apakah baik untuk bertanya padanya, tapi kubulatkan tekadku. "Ah, tidak apa-apa, menjawab pertanyaan anak juga pekerjaan seorang ayah", pikirku. Kemudian aku mencolek pipinnya dan dia menoleh padaku, "Hei, Nusa kebiasaan, gak usah colek-colek gitu kenapa?", "Biar bapak tertawa", balasku, "Aih, bapak... hah yasudah, kamu pasti ada maunya kan?", duh niatku ketahuan. Kemudian aku menceritakan tentang tugas karanganku, dan ia pun berpikir sejenak, sebelum berkata heran, "Kenapa kamu ndak bahas alam? Orang dimana-mana dengar kata 'Indonesia' pasti langsung kepikiran tentang alamnya".
"Hmm, alam ya", pikirku. Memang benar, alam Indonesia sangatlah indah dan tiada duanya, dan bahkan dijuluki sebagai surga dunia oleh orang-orang. Tetapi di alam Indonesia, tersembunyi kekejaman orang-orang Indonesia yang mengeksploitasinya, baik pemerintah maupun rakyat biasa dengan penanaman sawit, pungli, buang sampah sembarangan dan masih banyak lagi? Apakah ini dapat disebut dengan "Indah"?
Melihat bapak yang kembali sibuk bekerja, aku mengurungkan niatku untuk kembali bertanya, dan pergi ke dapur. Di sana, aku melihat ibuku memasak rendang, makanan yang pernah menjadi makanan terenak di dunia. Mendengar langkahku, ibu yang sepertinya mendengarkan pembicaraan singkatku dengan ayah sebelumnya, berbicara padaku, "Kamu tulis saja tentang keindahan rakyatnya yang beragam budayanya, sudah sana jangan ganggu Ibu".
"Sepertinya Ibu juga sedang tidak ingin diganngu', pikirku. Dengan cepat aku membalik badanku dari dapur, dan berjalan menaiki tangga menuju ke kamarku sambil berpikir. Memang benar, keberagaman rakyat Indonesia sebagai negara multikultural sangatlah indah, dan tiada duanya. Tetapi apa fungsinya apabila kehidupan rakyat Indonesia masih dipenuhi rasa amarah antar satu sama lain, yang dipicu oleh tingginya ego, dan kurangnya pendidikan.
Kemudian akupun kembali duduk di depan meja belajar, yang disambut oleh pelangi yang muncul menggantikan hujan. Setelah berpikir sebentar, aku coba menulis awalan karangan seadanya dari hasil bertanya dan berpikir tadi.
"Indonesia adalah pelangi. Bagaimana tidak? Keindahan dari negara kita tersembunyi oleh permasalahan yang tak terhitung, sama seperti hujan yang menyembunyikan sang pelangi yang indah dibaliknya".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI