Presiden Jokowi resmi mengubah kebijakannya soal pendanaan proyek kereta cepat Jakarta Bandung ,dimana kini Jokowi memberi izin proyek ini bisa ditambal dari dana APBN.Pasalnya BUMN menggarap proyek kereta cepat disebut tengah mengalami gangguan keuangan ,hal tersebut tertuang dalam peraturan perpres nomor 93 tahun 2021 yang baru saja iya teken,yang dimana peraturan tersebut merupakan perubahan atas perpres nomor 107 tahun 2015 tentang percepatan kereta cepat Jakarta bandung.
Dalam Pasal yang di revisi ini,hal yang menjadi sorotan public yaitu revisi pasal 4,dimana proyek kereta cepat Jakarta bandung kini dibiayai oleh APBN.hal ini berbeda dengan apa yang di janjikan jokowi pada awal pembangunan proyek kereta cepat,saat itu presiden jokowi mengatakan bahwa tidak akan menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk membiayai proyek kerja sama dengan cina tersebut.
Pada awal pembangunan proyek ini sudah menuai beberapa pro dan kontra dimana pembangunan ini dianggap tidak efisiens karena jarak antara Jakarta dan bandung relative dekat yaitu sekitar 142,3 km dan sudah ada tol cipularang dan kereta api ARGOPARHYANGAN.bahkan menteri perhubungan yang saat itu menjabat yaitu Ignasius Jonan kurang sepakat dalam beberapa hal dalam pembangunan mega proyek ini.
Jonan juga tak kunjung mengeluarkan izin karena dirinya tegas mengikuti koridor regulasi.Jonan mengaku tidak mempersulit perizinan kereta cepat asalkan memenuhi persyaratan, menurut undang undang nomor 23 tahun 2007 ,Jonan mengatakan “kereta yang di bangun bukan oleh pemerintah harus melakukan perjanjian konsesi,konsesi yang di berikan maksimum 50 tahun sejak di tandatangani kontrak konsesi bukan sejak pertama kali operasi”.
Meskipun Jonan telah menolak perizinan namun pembangunan proyek kereta cepat Jakarta Bandung ini tetap di mulai presiden jokowi pada 2016 dengan menandakan peletakkan batu pertama di Perkebunan Walini Kabupaten Bandung Barat, namun saat peletakan batu pertama oleh presiden jokowi,Ignasius Jonan tidak ikut hadir dalam acara peletakan batu pertama tersebut.Hal ini dikarenakan Jonan tidak menyetujui dengan adanya mega proyek tersebut.
Pada tahun 2021 mega proyek kereta cepat Jakarta Bandung kembali mencuat ke hadapan public setelah muncul berita bahwa sumber pembiayaan mega proyek kereta cepat Jakarta Bandung menggunakan dana APBN.Hal ini sontak langsung menjadi pembicaraan public terkait mega proyek yang dikarenakan pembiayaannya membengkak.
Seorang ahli ekonomi sekaligus Direktur center of Economic and Law Studies’BhimaYudhistira mengkritik kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait pendanaan APBN proyek kereta api cepat Jakarta Bandung.Bhima menilai bahwa “pendanaan APBN terhadap mega proyek tersebut bisa mengancam alokasi dana proyek yang ada di luar jawa,pasalnya pada tahun 2014 hingga 2019 pemerintah menargetkan pembangunan 11,1 juta sambungan rumah terkait infrastuktur sistem penyediaan air minum di pedesaan dan sejumlah infrastuktur lainya yang ada di luar pulau jawa,selain itu dampak lainya adalah menambahnya beban utang dari pemerintah yang menyebabkan suku bunga utang semakin tinggi.
Menanggapi kasus tersebut Bhima meminta DPR untuk melakukan evaluasi,guna untuk membongkar penyebab anggaran yang membengkak pada kereta api cepat Jakarta Bandung dan Bhima menambahkan ‘harus adanya perhitungan yang tepat dan jangan main asal suntik yang proyek nya memberikan dampak manfaat yang kecil bagi perekonomian negara yang akan menjadi beban utang jangka panjang bagi fiskal negara” dan bhima juga menyebut adanya proyek ini menunjukan janji pembangunan Indonesia sentris hanya wacana semata,menurutnya selisih pembangunan infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan masih lebar terutama ketimpangan pembangunan infrastuktur nya” ucapnya pada saat diwawancarai oleh wartawan.
Menanggapi hal tersebut Staff khusus pemerintahan BUMN Arya Sinulingga” mengatakan alasan pemerintah menggunakan dana APBN ialah sebab kondisi keuangan para pemegang saham yang anjlok dikarenakan kondisi pandemi yang berkepanjangan sehingga memperparah pembangunan proyek tersebut dengan adanya pembekakan biaya yang semula 86,5 triliun rupiah menjadi 114,24 triliun rupiah,hal ini dibenarkan oleh Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko KAI “Salura Wijaya” yang mengatakan bahwa ada kenaikan biaya sekitar 1,9 miliar Dolar AS dengan komposisi engineering,procurement and construction (EPC) dan non- EPC 80 persen banding 20 persen.
Dengan kenaikan biaya tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dari public yang menanyakan tentang faktor faktor pembengkakan biaya tersebut,hal ini lansung dijawab oleh Corporate Secretary PT KCIC yang selaku pengadaan proyek kereta cepat Jakarta Bandung “Mirza Soraya” yang berpendapat bahwa perhitungan cost overrun( pembekakan biaya ) belum final dan masih dinegosiasikan oleh sejumlah kontaktor,perhitungan cost overrun ini berasal dari biaya biaya yang tidak terduga seperti misalnya,pengadaan lahan,dan pengerjaan relokasi FASOS(fasilitas sosial) FASUM(fasilitas umum).
Selain itu Mirza juga menambahkan bahwa pembiayaan cost overrun berasal dari pekerjaan variation order dan pekerjaan lainya yang menunjang penyelesaian proyek.” Mirza juga menyebutkan bahwa adanya sumber dana di dalam pembekakan biaya proyek kereta cepat Jakarta Bandung,sumber dana yang dimaksud adalah berasal dari pendanaan investasi dan dari sejumlah investor,termasuk BUMN yang ikut di proyek ini akan menyetorkan modalnya nanti kepihak KCIC ,imbuhnya pada saat diwawancarai Kompas TV pada,7/10/2021.