Industri pertambangan Indonesia tumbuh dengan pesat terutama didorong batubara dan nikel. Timah yang termasuk salah satu komoditas penting bagi mobil listrik dan industri lainnya tidak ikut kecipratan pertumbuhan ini.Â
PT Timah Indonesia (TINS) sebagai produsen timah terbesar di Indonesia dengan cadangan yang melimpah selalu tertinggal dibanding komoditas lainnya. Laporan keuangan TINS Kuartal III tahun 2023 menunjukkan PT Timah mengalami rugi sebesar Rp 87,5 miliar. Mengapa PT Timah Indonesia tertinggal di sektor pertambangan?
Korupsi
Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Aksi korupsi PT Timah Indonesia terbongkar juga pada minggu ini. Kejaksaan Agung menetapkan 11 tersangka korupsi PT Timah dengan kerugian mencapai RP 271 Triliun.
Aksi ini disusun rapi melalui pembentukan perusahaan boneka untuk melakukan penambangan biji timah ilegal di lingkungan PT Timah Indonesia. Direktur utama dan direktur keuangan PT Timah Indonesia turut mengakomodir pertambangan ilegal ini.Â
Sebelumnya isu pertambangan ilegal di TINS sudah tercium dan selalu naik di berita. Hal ini menjadi pertanyaan kenapa aksi pertambangan ilegal tidak dapat berhenti di lingkungan TINS selaku perusahaan BUMN yang terkemuka. Akhirnya terungkap setelah direksi mengakomodir pertambangan ilegal ini.
Kurangnya Dukungan Pemerintah
Tidak dipungkiri dukungan pemerintah ke produk timah termasuk kecil dibandingkan batubara dan nikel. PT Bukit Asam sebelumnya dapat dukungan penuh dari pemerintah untuk proyek gasifikasi batubara ke LNG. Sedangkan hilirisasi nikel PT Antam didukung untuk pengembangan ekosistem industri EV Battery.Â
Hilirisasi juga dapat dilakukan oleh PT Timah Indonesia, hanya saja penggunaan produk turunan dari timah masih belum jelas karena ekosistem untuk penggunaan timah belum ada Indonesia. Kepala Dinas ESDM Babel mengatakan hanya 3-5% dari produksi timah diserap oleh pasar domestik.
Sejauh ini bentuk hilirisasi PT Timah berupa tin chemical dan tin solder, padahal ada potensi yang lebih besar berupa thorium atau uranium sebagai bahan baku reaktor nuklir. PT Timah sudah berulang kali melakukan kajian dan kerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terkait nuklir, hanya saja kelanjutan ini selalu terkendala regulasi.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!