Apakah kamu ingin berbuat baik? Tahukah kamu di sekitar kita banyak orang kekurangan? Adakah hatimu tergerak untuk membantu mereka? Inilah saatnya bagi dirimu untuk menolong mereka. Gampang caranya, sebarkan video ini sebanyak mungkin, maka kamu sudah menyediakan makanan bagi anak-anak ini.
Tampaklah di layar ponsel Tabir, video anak-anak entah dari mana berbaris berjejer, memperlihatkan wajah sayu, mengisyaratkan kondisi belum makan. Seorang dewasa di belakang mereka menguncupkan telapak tangan ke arah mulut dengan wajah memelas. Narasi terus berjalan di bawah video, mengingatkan penonton untuk tak lupa memencet tombol like sebagai pertanda suka.
Tabir mengamati satu demi satu wajah mereka. Sempat tersirat pertanyaan, siapakah orangtua dari mereka itu? Mengapa orangtua-orangtua itu yang seharusnya merawat malah membiarkan mereka lapar? Tabir sudah membawa sekotak pizza yang dibelinya sepulang kantor. Namun, lantaran tak tega, Tabir urung membuka kotak itu dan menikmati bahkan sepotong saja.
Tabir tak bisa membiarkan dirinya enak bersantai menikmati makanan lezat sementara yang dipandangnya di tempat entah jauh di mana masih menahan lapar. Segeralah ia memencet tombol like dan mengunggah kembali video itu di story Instagram-nya, pun lewat feed-nya, komplet dengan membagikannya melalui Whatsapp ke teman-teman pribadinya, grup keluarga besar, chat pekerja kantor, sampai orang yang tak terlalu dikenalnya pun mendapatinya.
Tentunya, dengan semakin banyak yang memberi like, video itu akan tersebar dengan lebih cepat, lebih banyak orang yang akan tersentuh, dan kali-kali saja lantaran jadi viral, akan ada pemasukan bagi si pengunggah video pertama kali untuk nantinya dapat membelikan makanan bagi anak-anak itu.
Tabir menggulir tampilan video di layarnya. Baru saja tangan kanannya hendak mengambil potongan pizza di atas meja, sudah tampak seorang bapak berusia senja mendorong gerobak di pinggir jalan. Dalam gerobak itu, ada seorang anak berpakaian lusuh tertidur. Wajah bapak itu banyak keriput pun tampak lesu, agaknya seperti menyiratkan sudah banyak tenaga habis pada hari itu. Seorang pemuda tampan di sebelahnya tampak mewawancarai.
“Bapak kerja apa?”
“Ya, saya cuma begini, Nak.”
Pemuda itu menghela napas.
“Maksud Bapak?” tanya pemuda itu sembari mendekatkan sesuatu semacam pengeras suara. Suara si Bapak mendadak kencang.