Orang lain tetap menulis, kita tidak perlu risau. Mereka bisa rutin, kita tidak, pun tidak masalah. Memang, kita sedang buntu menulis. Semakin dipikir malah tambah stres.
Kejadian saya
Saya banting setir ketika buntu mengarang. Saya menulis opini sembarang kelir, cerita apa saja pengalaman pribadi, sampai tidak tentu arah. Semua kanal saya libas. Karya cerpen nol besar.
Opini saya tentu tidak sekeren cerpen, karena saya tidak biasa menulisnya. Paling ulasan di permukaan dan pandangan seorang awam.
Saya juga memilih untuk membaca lebih banyak guna mencari ide. Membuka Kompasiana hanya untuk membaca, tanpa menulis. Saya alihkan pula kegiatan dengan melakukan kegemaran lain yang membuat saya senang.
Saya biarkan tidak produktif menulis cerpen. Bodoh amat dengan rasa ketakutan dan kehilangan kemampuan mengarang. Saya memang sedang buntu. Jenuh bahkan.
Semakin ke sini...
Saya kembali lagi mengarang cerpen. Justru karena berhenti sejenak menulis yang kita sukai dan rutinkan, terkadang ide yang timbul malah ternilai baru ketika akan memulai lagi.
Pikiran terasa lebih segar. Kita secara tidak langsung telah melupakan perlahan apa-apa yang pernah kita tulis. Kita tidak terbatasi oleh dinding-dinding ide masa lalu. Otak kini bisa berpikir lebih terbuka, bebas, dan bahkan berimajinasi lebih luas.
Akhir kata...
Saya pastikan Anda -- jika penulis -- juga mengalami kebuntuan menulis. Barangkali untuk yang baru pertama kali terjun menulis, masih belum terasa, karena cinta pertama masih membara dan banyak ide.