Bagi kita yang biasa membuat karya tulis ilmiah atau jurnal penelitian, pasti sudah tidak asing dengan istilah "abstrak". Pada setiap karya, abstrak selalu menempati posisi paling depan, yang menjelaskan ikhtisar karya.
Ada yang abstraknya ditulis dalam bahasa asing, barangkali karena ketentuan atau keperluan agar bisa dibaca lebih banyak orang. Abstrak tentu tidak panjang, namanya juga ringkasan.
Tetapi, apakah cerpen sebagai salah satu karya tulis fiksi memerlukan penyajian abstrak? Apakah pula harus diterakan pada setiap penulisannya? Apa saja yang biasanya muncul dalam abstrak?
Sebelum membahas lebih lanjut...
Coba perhatikan kedua gambar berikut:
Kedua gambar cerpen tersebut (keterangan ada di tiap-tiap gambar) termasuk cerpen pilihan Kompas tahun 1994. Di luar itu, sebagian besar cerpen yang terpilih oleh Kompas pun punya format sama.
Bagian pertama cerita adalah sebuah paragraf ringkas yang ukuran dan ketebalan hurufnya berbeda. Paragraf ini selalu ada setelah gambar ilustrasi cerpen. Berisi beberapa kalimat yang tidak banyak, tetapi punya kekuatan.
Dikreasikan oleh pengarang sendiri berupa tambahan cerita atau mengambil sebagian narasi dari dalam cerpen. Ya, ada yang sama sekali baru dan tidak diceritakan lagi saat membaca cerpen lebih lanjut, ada pula yang berbentuk pengulangan dari bagian cerita.
Satu paragraf itu meskipun ringkas, biasanya mencerminkan sebagian besar isi cerita, yang masih sangat samar dan mengundang banyak pertanyaan. Paling sering, disertakan bayangan konflik utama yang memikat.
Tidak mesti berbentuk narasi, bisa pula percakapan antartokoh. Kalau saya boleh menyimpulkan, demikianlah abstrak dari sebuah cerpen.