Sesama penulis pasti ingin dirinya tetap bisa menulis dalam keadaan apa pun. Melalui tulisan, eksistensinya dapat diketahui bahwa ia masih ada dan masih mampu menghasilkan karya, entah apa pun genrenya.
Pada sisi lain, tulisan tidak dapat dipisahkan dengan bahasa.Â
Apa yang ditulis itulah bahasa. Secara langsung, kaidah kebahasaan berlaku. Apalagi jika dibaca oleh khalayak umum, sebaiknya minim kesalahan. Tepat benar lebih bagus.
Masihkah seruan sekadar terus menulis relevan digemakan? Apakah tidak perlu dilengkapi dengan tanggung jawab penulis atas penggunaan dan penyajian bahasa?
Tulisan secara daring dibaca banyak orang
Saya tidak pernah tahu siapa yang membaca tulisan saya. Barangkali jika meninggalkan jejak berupa vote atau komentar, saya pasti tahu namanya. Di luar itu, terlebih di media sosial, semua masih rahasia.
Mungkin ada akademisi. Mungkin pula orang dewasa biasa. Bahkan anak kecil yang suka bermain gawai pun bisa. Entah, mereka membaca keseluruhan atau sebagian.
Penulis tentu suka, tulisannya banyak pembaca. Apa yang hendak disampaikan tersampaikan sudah. Dari sisi substansi barangkali mantap, tetapi apakah penulisannya sudah tepat?
Saya hanya khawatir, kita sebagai penulis memberi contoh yang salah. Sudah berkali-kali menulis, bahkan terus menulis, tidak ada perbaikan.
Perkara sederhana seperti penggunaan kata depan "di" dan "ke". Masihkah sampai sejauh ini ada yang disambung? Berapa banyak yang sudah tahu bahwa itu harus dipisah? Berapa banyak pula yang mengaplikasikannya setiap menulis?
Kata-kata yang ditulis sudah baku sesuai kamus atau belum? Kalau tidak baku, bagaimana memperlakukannya (semisal ditulis miring)? Bagaimana penggunaan tanda baca yang tepat?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!