Apa pikiran yang melanda dan perasaan yang berkecamuk ketika pertama kali atau mungkin sudah berkali-kali setelah mengunggah cerpen, Anda tidak mendapat respons positif dari pembaca?
Mungkin, tidak lulus seleksi sehingga tidak mendapat label pilihan. Lalu, tidak muncul di beranda muka sehingga tidak diketahui lebih banyak pembaca. Seterusnya setelah beberapa hari sangat sedikit pembacanya. Tidak ada pula yang memberi nilai.
Anda tiba-tiba hilang semangat, kemudian sedih, dan merasa tidak layak menulis cerpen. Itu tambah parah seusai melihat cerpen orang yang sangat berkualitas, jauh sekali dari cerpen Anda. Anda jadi minder dan tidak mau menulis cerpen lagi.
Cerpen jelek pada awal-awal menulis itu BIASA
Sebetulnya salah itu penulisan kata "biasa" di atas, tetapi sengaja saya kapitalkan semua hurufnya karena sangat penting. Di awal, sebagian besar kita kemungkinan besar belum mengerti teori menulis cerpen.
Belum tahu bagaimana kualitas cerpen yang baik. Tidak paham membuat penokohan dan menyajikan konflik yang menarik. Mungkin sekadar menulis suka-suka hati.
Curhat, tetapi tidak bermanfaat, karena setelah pembaca membaca, mereka seolah hanya mendengar saja tanpa mendapat pesan moralnya. Belum lagi soal kaidah kebahasaan, semisal tanda baca, penulisan kalimat langsung, kata baku, dan sebagainya.
Cerpen di awal menulis jika ditemukan jelek, sekali lagi saya pertegas, itu wajar. Biasa saja. Tidak perlu berkecil hati. Bacalah uraian berikut di bawah.
Kritik pada cerpen pertama saya
Saya menulis cerpen pertama kali di Kompasiana pada tanggal 7 September 2020, setahun silam, judulnya "Malu". Supaya Anda lebih paham tentang kritik saya, baiknya baca dulu cerpen itu. Berikut tautannya.