Hidup hanya terdiri dari tiga masa: masa lalu, masa kini, dan masa depan. Setiap masa ada kesenangan dan kesulitan. Setiap masa ada pertanyaan dan jawaban. Setiap masa mendatangkan rasa yang berbeda, dengan semangat juang yang berbeda pula.
Jika Marni sudah lelah menghadapi masalah-masalah pada masa kini, ia akan berfantasi dalam otaknya, menyusun rencana-rencana indah yang sesekali dimimpikannya untuk masa depan. Ketika semua selesai direncanakan, ia akan mencari kesenangan lain, dengan membuka album foto, lantas menatap satu demi satu foto yang disimpannya rapi, kemudian tertawa.
Itulah jalan yang dipilih Marni untuk menjaga gairah hidup tetap ada, jika ia benar-benar tidak mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.Â
Terkadang katanya, sesekali undur diri menghadapi masalah adalah baik. Menenangkan diri dari emosi dan menjernihkan pikir mencari solusi hanya bisa didapat lewat pengasingan diri, yang memang harus disengaja.
Ia akan mematikan segala koneksi lewat ponselnya untuk sementara waktu. Ia juga tidak akan menerima tawaran bernyanyi di sana-sini, daripada ia memaksakan diri menerima tetapi pikiran terbelah dan emosi betul-betul rusak.Â
Marni tidak bisa bernyanyi jika hatinya sedang tidak enak. Lagu sedih pun, suasana hati tetap harus nyaman, karena ia pasti berpikir, bagaimana tepat bernyanyi sesuai tempo dan menjaga kualitas nada supaya tidak sumbang, yang keduanya itu tidak bisa didapat jika hanya mengandalkan perasaan.
Sore itu saya memandang Marni tidak seperti biasa. Tawaran bernyanyi dari musisi terdekatnya, Jimmy, yang juga pernah jadi teman baik saya, ditolak. Jimmy bahkan menelepon saya, bertanya, mengapa Marni menolak.
Biasanya ia paling semangat kalau ada tawaran manggung untuk pesta pernikahan. Selain ia bisa punya kesempatan untuk mengenakan gaun terbaik dan kesukaannya itu, ia juga mendapat honor yang berkali-kali lebih tinggi dibanding ketika bernyanyi di kafe.
"Kamu sedang galau, Marni?" tanya saya di ruang tamu. Marni tidak merespons. Saya melihat ia sibuk menyisir rambutnya yang panjang terurai. Ia baru selesai mandi. Mandi baginya adalah sarana menghilangkan stres. Sudah lima kali ia mandi hari ini. Apakah ia sedang banyak pikiran?
Ia beranjak dari kursi, melangkah ke lemari kaca, membukanya, dan mengambil sebuah album foto yang tergeletak di rak paling atas. Saya sudah tahu, pasti Marni sedang ada masalah. Pasti pula, rencana-rencana masa depan sudah selesai dirangkainya.