Tetapi, bagaimana jika masa lalu itu tidak mengenakkan hati?
Tiga contoh di atas kalau dipikir dan dirasa benar, lebih tidak ada manfaat. Bisa buat dongkol, kecewa, dan menyesal. Diceritakan ulang pun tidak menjadi pengetahuan baru bagi pendengar sekaligus mengurangi kebahagiaan.
Tanpa disadari, ada karakter seperti itu di sekitar. Boleh jadi kita pula. Suka menceritakan masa lalu yang buruk-buruk. Semangat sekali, apalagi tentang orang lain. Lebih pula, jika dirinya berjasa dan meminta diingat.
Boleh saya petik beberapa hal:
Mengingat kebaikan pertanda tidak ikhlas
Entah, apa maksud motif kita berbuat kebaikan. Jika memang tulus, tentu tidak berharap kembali. Jika ada mau, sampai kapan pun akan diingat terus, hingga imbalan datang.
Mengingat kita telah berbuat baik kepada orang berpotensi membuat tinggi hati. Kita akan jatuh ke pemahaman sempit seputar kebaikan, bahwa sudah selayaknya kebaikan itu dibalas. Orang yang tidak mengerti namanya lupa diri.
Tidak ada yang pernah tahu kondisi saat masa depan
Membandingkan masa lalu dan masa depan untuk beberapa hal tidaklah perlu. Untuk apa menilai harga tanah itu dulu dengan sekarang? Apakah dulu memang kita perlu membelinya?
Apakah tidak ada kebutuhan lain yang mendesak? Kita jadi merasa salah dan menyalahkan diri karena dulu tidak membeli. Ah, betapa bodoh! Jika dulu beli, sekarang pasti kaya.
Lebih baik dihapus saja masa lalu yang tidak berfaedah