Hati-hatilah menulis! Karena tulisan adalah sama dengan ucapan. Keduanya berbahasa, kendati salah satu tidak bersuara. Pada hakikat, bahasa adalah soal rasa.
Keberadaan saya di Kompasiana mendekati satu tahun tiga bulan. Bersama tulisan ini, ada 637 tulisan (fiksi dan nonfiksi), terdiri dari 630 pilihan dan 65 Artikel Utama.
Bila Kompasianer mengamati, dahulu saya menjurus ke ragam fiksi, sampai telah terbit lima buku kumpulan cerpen. Sekarang, sedang giat menulis opini. Opininya pun tidak sembarangan, tidak seperti kebanyakan orang.
Saya memang suka membahas hal-hal unik yang mengganggu dan menarik pikiran saya. Saya tuangkan di tulisan, saya jernihkan masalah, dan coba cari solusi. Sebagai manusia, hal-hal yang saya alami kemungkinan besar dialami juga oleh orang lain.
Sampai sejauh ini, Puji Tuhan, tulisan saya minim sengketa. Bahkan bila boleh jujur, tidak ada yang mengundang masalah sehingga saya sampai diperkarakan. Hubungan baik yang rusak pun tidak ada. Saya memang hati-hati dalam menulis.
Pada sisi lain, dunia maya sekarang ketat diamati oleh pihak berwenang. Media sosial bisa diabadikan rekam jejaknya. Jika ada yang tidak suka, tersinggung, dapat dengan mudah dipersangkakan soal pencemaran nama baik.
Masalah, bukan? Niat menulis untuk mencari bahagia, eh, malah bisa masuk penjara karena pemilihan kata yang tidak tepat dan emosi berlebihan. Saya yakin, kita tidak mau hal itu terjadi.
Lewat pengalaman saya, izinkan kiranya saya berbagi lima kiat agar peristiwa yang tidak diinginkan semakin menghilang.
Minimalisir sebut nama jika bukan berdasar data dan fakta
Tidak bisa dihindari, sesekali kita menyebut nama dalam tulisan. Ada pula yang memakai inisial. Kita sudah mulai membahas orang. Perlu pengamatan lebih dalam tentang sumber berita seputar orang itu.