Apakah Anda suatu saat pernah heran akan harga suatu barang yang begitu mahal? Baru beberapa minggu lalu, harganya segini. Sekarang, sudah berkali-kali lipat naik. Biasanya, barang tersebut tergolong benda hobi.
Pada artikel Ibu Suprihati berjudul "Tata Nama Tumbuhan sebagai Pemersatu Rasa, Bukan Sekadar Gaya", beliau mencantumkan satu tumbuhan bernama Miana yang saya jelaskan berharga 200 ribuan. Lumayan mahal menurut saya. Berikut kutipannya:
Melalui grup percakapan Kompasianer Bang Horas mengirim foto dari gerai pedagang tanaman hias. Si cantik anggota marga Coleus yang memiliki aneka corak dan warna daun. Nama lokalnya beraneka semisal Miana atupun Iler-iler. Yuup Miana, seru Bang Horas lumayan mencapai 200K.Â
Saya juga meninggalkan komentar seputar keanehan pandang yang belum terjawab pasti selama menekuni hobi (dalam hal ini ikan).
Saya itu selalu tertarik dengan mekanisme tidak kasatmata. Hahaha... Bagaimana suatu ketika tumbuhan tertentu bisa melonjak harganya selangit, sama seperti ikan Cupang yang baru-baru kemarin juga mahal sekali harganya. Ada permainan sepertinya. Hmm... Hahaha...
Ya, saya begitu heran dengan fluktuasi harga barang hobi yang tidak bisa diperkirakan. Sekarang murah, besok bisa mahal. Padahal, barangnya itu-itu saja.
Para penjual yang aneh
Suatu kali, saya pernah mendapati penjual yang aneh. Ini pun masih soal harga. Pada sebuah pasar ikan, kedua penjual itu memegang satu toko. Ada seekor ikan Lou Han pada salah satu etalase akuarium toko.
Pada penjual satu, saya bertanya harga. "Berapa, Mas, harga ikan ini?" Ia menjawab, "600 ribu, Mas. Setuju, lepas!" Saya tertegun. Tidak berapa lama, penjual lain muncul. Penjual yang tadi keluar sebentar.
Masih dengan ikan yang sama, saya bertanya kembali. Tentu, seharusnya sama dong, 600 ribu juga. Kan ikan sama, toko pun sama. Ternyata, penjual kedua mengatakan harganya 700 ribu. Saya semakin heran. Saya lebih jengkel ketika melihat ekspresi muka penjual.Â
Seolah-olah dimelas-melaskan, sehingga tertangkap harga itu seperti sudah dibuat murah.Â
Padahal, temannya yang pergi mengatakan 600 ribu. Saya tidak habis pikir, mengapa sebegitu mudah penjual menaruh harga. Seperti seenak udel!
Penetapan harga seharusnya berdasarkan...
Ada harga ada barang. Dalam dunia hobi, ini sangat berlaku. Semakin bagus kualitas barang, semakin mahal harga. Saya ambil contoh ikan.
Ikan Lou Han ada beragam jenis, seperti SRD, Cencu, Kamfa, dan lainnya. Masing-masing punya harga sendiri. Kemudian, dilihat dari kualitas jenong.
Semakin besar jenong, semakin mahal. Motif badan, ukuran badan, dan kondisi sirip juga diperhitungkan. Bila menarik, besar, dan tidak ada yang terluka (semisal sirip patah), harga pun mahal.
Belum lagi tingkat kememikatan warna. Kian eye-catching dan langka, semakin melambung harga. Biaya perawatan dan pemindahan barang selama di toko termasuk. Faktor suka dan tidak suka, selera dan tidak selera, juga dipertimbangkan.
Namun, mengapa bisa seenak udel?
Mengapa penjual bisa begitu mudah menaruh harga? Harga sekarang dengan besok sangat mungkin berbeda. Sulit lebih murah, lebih gampang mahalnya.
Pembeli dianggap pemula
Penjual menganggap pembeli adalah pemula. Orang yang baru terjun di dunia hobi. Masih buta dan belum tahu apa-apa. Harga tinggi yang dikenakan tidaklah masalah. Atau mungkin, mengantisipasi pembeli sekadar bertanya harga dan tidak serius membeli.
Pembeli tidak tahu harga pembanding
Sejalan dengan pemula, pembeli dipandang belum tahu harga pembanding. Belum mencari lewat dunia maya terkait harga untuk benda serupa. Penjual semakin yakin mengajukan harga dengan memamerkan kualitas jualan sebagus-bagusnya.
Pembeli pasti menawar
Penjual tahu, sebagian besar pembeli pasti menawar. Sangat jarang, ada pembeli langsung setuju dengan harga pertama penjual. Oleh sebab itu, ia menawarkan harga jual setinggi-tingginya.
Penjual ingin untung sebanyak-banyaknya
Terakhir, sebisa mungkin penjual mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Semakin tinggi harga dan semakin kuat penjual bertahan pada harga, semakin besar potensi untungnya. Pembeli semakin banyak terkuras isi dompetnya.
Permainan harga lain
Itu baru antara pembeli dan penjual. Belum lagi untuk barang hobi lain dalam kondisi seperti yang saya ulas di awal. Pada suatu masa, bisa selangit harganya.
Apakah ada permainan di belakang? Apakah hanya karena hukum permintaan dan penawaran, di mana permintaan semakin banyak sementara barang yang dijual terbatas, sehingga harga barang naik?
Mengapa pula bisa serempak harga naik pada sebagian besar penjual? Harga barang hobi memang sulit diprediksi. Sekali naik, tinggi sekali. Sekali turun, bisa jatuh terjungkal.
Akhir kata...
Membeli barang hobi tidak seperti membeli barang keperluan sehari-hari yang sudah pasti harganya. Sebagai pembeli, harus pintar guna menandingi kelihaian penjual.
Hobi adalah kebutuhan tersier, di mana tidak dipenuhi tidak apa-apa. Jangan sampai, uang di dompet habis karenanya sehingga yang primer dan sekunder malah tidak terpenuhi.
Bagi yang sudah pernah tertipu dan kalah dalam menawar harga, saya tahu rasanya. Ke depan, mari kita lebih piawai lagi menghadapi penjual.
...
Jakarta
29 Juli 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H