Pernahkah sepanjang masa pendidikan, Anda menemukan tipe kawan belajar seperti ini:
Ketika kita bertanya sudah belajar atau belum, ia berbasa-basi dengan menjawab belum. Seolah-olah entah ia merendah atau ingin tidak memperlihatkan kegiatan belajarnya. Ketika hasil ujian keluar, ia mendapat nilai sangat baik.
Saat mengerjakan ujian bersama di kelas, kita melihat seorang teman menambah kertas karena jawabannya sangat panjang. Kita jadi tertekan melihat kertas jawaban sendiri yang masih kosong.
Saat keluar ruangan setelah mengerjakan ujian, kita bertanya lagi pada seorang kawan, bisa tidak mengerjakan soal. Ia menjawab sulit dan hanya yakin pada sebagian jawaban. Ketika hasil ujian keluar, nilainya sangat memuaskan.
Tentu masih ada lagi peristiwa-peristiwa dalam pertemanan di sekolah atau kuliah yang menyiratkan jelas ada persaingan atau kompetisi waktu ujian. Semua ingin mendapat nilai terbaik. Semua ingin belajar maksimal dengan cara masing-masing.Â
Ada yang individual, diam dalam kamar dengan tanpa gangguan. Ada yang belajar bersama kawan lain. Belum lagi, yang kebiasaannya hanya belajar di menit-menit terakhir menjelang ujian. Takut lupa dan masih nempel soalnya, jadi lebih lancar jawab pertanyaan. Hahaha...
Ujian sarat nuansa kompetisi
Mau disanggah sehebat apa pun pendapat, ujian memang sarat kompetisi. Menghadirkan orang bersama-sama dalam suatu ruangan dengan waktu terbatas dan soal rahasia, itu suasananya sangat panas kendati dingin karena ber-AC.
Melihat mana yang terbaik di antara seluruh peserta ujian dan mendapat pengakuan lewat hasil ujian, dapat diukur dengan perbandingan nilai antarpeserta.
Yang nilainya berada di atas standar bahkan menduduki beberapa peringkat atas, serasa di atas angin dan memiliki keunggulan. Yang beroleh nilai jelek, semakin diam, tidak banyak omong (seharusnya).
Entah karena malu atau minder atau ingin lebih belajar dan membuktikan diri. Kalau berisi banyak omong tentu wajar. Sudah nilainya buruk masih banyak omong, kita jadi bertanya, apa yang diomongkan.