Seorang lelaki pergi ke satu warung nasi untuk makan malam. Ia suka memilih tempat yang menyajikan beragam menu, baik lauk-pauk maupun sayur-mayur.Â
Ia tidak memilih-milih makanan. Begitu yang diajarkan orangtuanya dahulu. Semua jenis makanan mengandung zat gizi masing-masing, yang tentu sangat berguna jika saling melengkapi.
Ia mulai mengatur pola makannya. Ia terbiasa makan dengan mengupayakan selain lauk, harus ada sayur. Ia pun menghindari makanan cepat saji. Bukan perkara usia alasannya. Hanya kebiasaan yang telah dibangun sedari lama.
Saya sempat tergelitik pada sebuah percakapan keluarga lewat WA. Di sana, salah satu kakak menyarankan agar para anggota keluarga menjaga makanan, jika sudah masuk usia 30 (tiga puluh tahun) ke atas.
Jika dulu waktu balita, dengan mudah orangtua melumatkan jeroan berupa hati ayam ke menu bubur, sekarang para paruh baya harus berpikir ulang untuk menikmati jeroan.
Mama saya yang telah sepuh pun berkali-kali selain bercerita seputar penyakit masa tua, menjelaskan sangat rinci pula terkait makanan-makanan yang tidak boleh dikonsumsinya.
Kata beliau, saat senja, seseorang tidak boleh makan sembarangan, sebab dapat memicu berbagai penyakit. Tidak jarang juga orang meninggal karena tidak mampu mengendalikan nafsu makannya.
Diabetes salah satunya. Kebanyakan gula dari makanan manis yang dikonsumsi dan tidak diimbangi pergerakan fisik untuk membakarnya. Akhirnya terkena penyakit gula.
Saya tidak serta-merta percaya. Memang, ada benarnya, jika menjaga makanan berimbas pada kesehatan tubuh yang terus prima. Jarang dilanda penyakit sehingga tetap bebas beraktivitas.
Jaga makanan di sini bukan berarti menjaga makanan dan menutupnya dari serangga pengganggu ya, seperti di atas meja makan. Tetapi, bermakna mengatur pola makan agar lebih sehat.