Tulisan ini saya mulai dengan pertanyaan:
Apa urgensi merekam kesalahan orang dalam bentuk video, membagikannya, bahkan memviralkannya di berbagai media sosial (medsos)?
Ruang lingkup pembahasan viral sebatas kesalahan orang. Mengapa saya angkat? Karena akhir-akhir ini, saya begitu prihatin, mengapa banyak sekali dan begitu mudah video viral beredar dan isinya tidak mendidik. Salah satunya yang masih panas, berisi amarah pengemudi kendaraan yang ditegur ketika mudik Lebaran berlangsung.
Apa perlunya kesalahan orang itu disebarluaskan? Apakah dengan maksud agar para warganet bisa mengambil hikmah baik dengan tidak meniru perbuatannya? Mungkin ada.Â
Tetapi, lebih banyak pada kenyataan, dari sekian banyak komentar para warganet, sebagian besar semangat menyalahkannya. Mengumpatnya. Mencaci makinya. Sebagai penikmat medsos, apakah kita sedang membiasakan diri menikmati itu semua? Kalau nurani masih benar, seharusnya prihatin seusai melihatnya.
Siapa pihak yang berseteru?
Saya orang paling jarang berkomentar. Setiap ucapan saya pikir benar manfaatnya. Boleh dicek di berbagai medsos saya. Bila tidak membangun, saya memilih tidak berkomentar. Jika harus memberi kritik, sebisa mungkin dengan bahasa sopan.
Saya pribadi juga bukan orang yang suka berseteru. Jika ada masalah antarorang, bila saya tidak dimintakan pendapat, tidak serta merta saya berpendapat. Itu bukan urusan saya. Belum tentu juga pendapat saya dirasa mereka bermanfaat. Bisa jadi malah merunyamkan.
Seperti itulah sebaiknya kita memandang medsos. Siapa yang berseteru dalam hal pelanggaran larangan mudik oleh sebagian orang? Orang yang melanggar dan pembuat ketentuan. Selesai sampai situ. Mereka sendiri yang harus mengatasi.
Lantas, apa peran warganet? Berkepentingankah mereka mengetahuinya? Sekali lagi, jika maksudnya untuk memberi pelajaran baik, kenyataan di lapangan, malah memperparah.
Bahan lucu-lucuan