Kompas.tv, tercatat oleh Kementerian Perhubungan, lebih dari 1,5 juta orang telah mudik selama Lebaran 2021. Data ini merupakan akumulasi jumlah pemudik yang pulang ke kampung pada masa pengetatan larangan mudik tanggal 20 April s.d. 5 Mei dan masa peniadaan mudik tanggal 6 s.d. 17 Mei.
BerdasarkanSurvei awalnya jika tanpa larangan, diperkirakan ada 33% kecenderungan warga akan mudik. Dengan adanya larangan, persentase turun menjadi 7%. Larangan mudik tentu bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus Corona, agar tidak semakin mencemaskan. Saya tidak tahu, Anda yang membaca tulisan ini, termasuk yang 7% atau diam di rumah saja.
Menerka penyebab mau tidak mau harus mudik
Saya sebagai anak rantau dapat memahami sebagian warga yang memutuskan tetap mudik. Tinggal sendiri atau berdua bersama pasangan, meninggalkan anak-anak dan keluarga besar di kampung, pasti menumpuk berjuta kerinduan.
Ada yang pergi ke kota besar hanya untuk bekerja. Sengaja tidak membeli rumah dan menetap di indekos sederhana. Uang yang mereka kumpulkan, ditabung dan ditransfer ke kampung untuk istri, anak, dan orangtua.
Sepanjang bekerja, tentu bertemu wajah hanya lewat ponsel. Tidak bisa bertatap muka langsung. Momen Lebaran ini, yang adalah saat tepat untuk bersilaturahmi dan tersedia pula libur yang cukup panjang, dimanfaatkanlah oleh sebagian perantau itu untuk mudik.
Entah mereka sadar kondisi Corona atau tidak, mereka tetap mudik. Pada sisi lain, ada warga dan sebagian sisa perantau menahan diri di rumah saja. Lalu, terjadilah adegan penolakan.
Penolakan warga
Dari berbagai media, semua hampir serentak mengabarkan bahwa terjadi penolakan di sana sini, pada para pemudik yang hendak balik. Lebaran memang telah usai dan arus balik tinggal menunggu waktu.
Mereka memasang spanduk di pagar, dengan tulisan begitu mencolok mata, berupa larangan dan mengharuskan para pemudik membawa surat keterangan negatif Covid-19 ketika pulang ke perumahan semula.
Di Kompas misalnya. Diberitakan telah terjadi penolakan, di antaranya di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat dan Jelambar, Jakarta Barat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!