Sudah tentu sebagai warga negara, kita patut bangga. Saya pernah punya impian, suatu saat bangsa-bangsa akan berbondong-bondong belajar Bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai bahasa internasional.
Apakah terdengar berlebihan? Tidak ada yang mustahil. Tetapi, bagaimana bisa itu terjadi jika generasi muda tidak mempermuliakan Bahasa Indonesia dan membiasakan menggunakannya secara baik dan benar? Oleh sebab itu, saya memutuskan turun tangan.
Cerpen adalah Bukti Saya Mencintai Bahasa Indonesia
Diari, puji Tuhan, sejauh ini saya bisa konsisten menulis di kanal cerpen. Sudah empat buku saya terbit. "Juang", "Kucing Kakak", "Tiga Rahasia Pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan", dan "Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden".
Masing-masing terdiri dari 35 cerpen, 20, 22, dan 16. Seluruhnya, 93 cerpen, ditorehkan di media tercinta ini, Kompasiana. Ketika menulis itu semua, saya berteman baik dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), versi daring.
Saya berusaha menyajikan kosakata yang sesuai kaidah alias baku. Semisal harus menuliskan kata tidak baku, saya akan memiringkannya, sebagai pertanda itu bahasa gaul. Saya menjadi terbiasa membaca KBBI.
Memperkenalkan Kosakata
Dalam cerpen, banyak kosakata baru yang menggambarkan perilaku manusia, yang jujur saya baru paham setelah menekuninya. Kosakata itu jarang dipakai saat percakapan sehari-hari.
Semisal, tertegun yang berarti tercengang atau terhenti, terjelengar yang berarti terdiam keheran-heranan, menjura yang berarti membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan, terkesiap yang berarti terkejut sekali, dan lainnya. Begitu banyak kosakata yang belum saya kenal dan ketika tahu, saya begitu bergelora untuk memperkenalkannya.
Siapa lagi kalau bukan kita, para penulis, yang memperkenalkannya?
Menyajikan Ketepatan Penggunaan Tanda Baca