"Dia jangan-jangan pembunuhnya, Pak!" pekik tuan penuh amarah. Bogem mentah hampir saja melayang dari tangannya pada seorang lelaki berjas hitam yang duduk begitu santai seperti tidak ada masalah, bila dua petugas tidak menahannya.
"Saudara siapa?" tanya petugas itu.
"Saya teman mendiang, Pak."
"Tepatnya, selingkuhan, Pak," tukas pengasuh bayi. Mata tuan mendadak memerah. Dahinya berkerut. Kepalanya panas. Dia betul-betul marah. Dua petugas masih sibuk memeganginya.
"Apa yang Saudara lakukan hari ini?"
Lelaki itu dengan tenang berkata, "Saya hanya berkunjung sampai sore, Pak. Setelah itu, saya pergi. Saya tidak mungkin pelakunya. Kan kejadiannya malam ini."
Petugas itu diam. Ia seperti berpikir, menaruh curiga, dan tidak mudah percaya akan setiap jawaban orang-orang di depannya. Mungkinkah mereka berbohong? Apakah mereka ingin menguasai harta nyonya? Apakah ada dendam di balik kejadian ini?
"Ada CCTV di sini?"
"Tidak ada, Pak," jawab pengasuh bayi.
"Bagaimana sih, rumah gedong kok tidak ada CCTV-nya!"
Malam semakin larut. Para babu, selingkuhan nyonya, dan tuan terus disidang dengan banyak pertanyaan. Hujan di luar masih saja deras. Malam itu begitu menegangkan.