Pemuda itu hanyalah seorang buruh angkat-angkat di pasar. Badannya hitam legam, karena terlalu sering tersorot terik matahari, ketika dia mengangkut karung-karung besar berisi sayuran dan sembako dari mbok-mbok yang kerap menggodanya.
Meskipun badannya hitam, ia begitu tampan. Hidungnya terlalu mancung. Wajahnya bersih, tanpa ada jerawat. Matanya cokelat dan begitu memikat, sesekali berkilat. Rambutnya pendek dan sangat rapi untuk ukuran seorang buruh.
Tidak hanya itu, dari kebiasaannya mengangkat-angkat, badannya terbentuk begitu bagus. Dadanya bidang. Seluruh otot dalam sekujur tubuhnya membesar, membuat badannya yang tinggi itu terlihat kekar.Â
Beberapa mbok yang sudah putih rambutnya masih saja bersiul ketika melihatnya. Mereka heran, mengapa tubuh begitu apik seperti itu hanya jadi buruh.
"Ngapain kamu jadi buruh angkat? Jadi bintang iklan saja lebih cocok. Harusnya masuk tv kamu," goda seorang mbok dengan mata yang terus berkedip, seperti memancarkan cinta yang nakal.
"Mau tah sama anakku. Ya, ya, kamu sama anakku saja ya," ujar mbok lain.
Seorang mbok yang masih muda merapikan bajunya yang begitu ketat di depannya. Ia sengaja membuka kancing-kancing bagian atas kerahnya, membuat gumpalan daging yang indah itu terlihat begitu saja.
Pemuda itu hanya tersenyum. Setelah menerima upah angkat dari para mbok itu, ia lekas meninggalkan mereka, daripada harus makan hati mendengar godaan dan menguras pikiran mencari alasan untuk menolak secara halus seluruh tawaran mereka.
Badannya yang begitu bagus membuat ia menjadi incaran para mbok. Ia kerap tidak enak hati, terus digoda bak pangeran diburu para wanita. Tidak hanya mbok-mbok, teman-teman perempuannya semasa SMA masih saja menghubungi dirinya siang dan malam, lewat telepon seluler yang kerap tidak dijawabnya.
Ada sebetulnya seorang wanita yang disukainya. Tentu, ia memiliki standar kecantikan untuk wanita itu, berhubung ia juga sangat di atas standar. Namun, apalah daya, utang bersama bunga yang terus bertumpuk membuatnya tidak berkutik, terpaksa akan menikah dengan seorang wanita berumur sepuluh tahun lebih tua darinya.
Sebagai seorang pemuda yang akan pertama kali menikah--dan ia berharap hanya sekali menikah--malam pertama begitu dinanti-nantikannya. Air liurnya selalu menetes ketika teman-temannya yang baru menikah bercerita padanya. Ia tidak sabar mempersilakan "adik" menikmati surga dunia yang selama ini hanya diusahakannya sendiri.