Apakah Bapak sudah mulai bahagia semenjak kepergian Ibu? Apakah Bapak dilanda jatuh cinta lagi, lalu hatinya berbunga-bunga dan terus gembira, sehingga rambutnya yang memutih sudah berkurang?
Tidak berapa lama, angin kencang berembus kembali. Kali ini ada yang jatuh lagi. Tiba-tiba saya sedih. Meskipun sempat sedetik saya tertawa, tetapi saya tidak menyangka, ternyata selama saya tinggalkan Bapak berpikir lebih dahsyat.
Bagaimana tidak? Ternyata yang jatuh itu rambut palsu Bapak. Terlihat jelas di mata saya, kepala Bapak begitu bersih, tanpa sehelai rambut pun. Sinar matahari yang begitu terik, menjadi begitu berkilau setelah terpantul lewat kepalanya, sehingga saya harus memejamkan mata. Bapak hanya tersenyum.
"Bapak mikir apa sih, kok sampai botak begitu?" tanya saya masih dengan sedikit tawa.
Bapak tidak menjawab. Dia malah tertawa melihat saya tertawa.
"Bagaimana bisa Nak, Bapak hidup sendiri tanpa wanita?"
Apakah kepala Bapak botak dan rambutnya rontok semua gara-gara hidup sendirian? Apakah karena tidak ada yang mendampinginya dan Bapak tidak lagi merasakan kehangatan cinta, sehingga Bapak mudah stres dan rambutnya lepas satu demi satu?Â
Saya cepat-cepat mengambil rambut palsu itu dan memasangnya ke kepala Bapak. Saya agak geli saat itu. Beberapa mata memandang ke arah kami. Bapak tertawa.
"Nanti kita cari wanita, Pak. Bapak harus kawin lagi!"
Saya tidak mau Bapak mati karena mikir. Saya harus cari wanita untuk mendampingi masa tua Bapak. Saya harus membalas kerja kerasnya, telah menyekolahkan saya.
...