Kepada:
Anakku yang Telah Lama Hilang
Nak, tiga puluh tahun lalu, ibu pernah meminta kepada Tuhan. Ibu masih ingat. Dalam doa di penghujung malam akhir bulan Oktober, kamu tiada henti ibu sebut.Â
Seorang anak lelaki yang lama sekali didambakan kehadirannya, ibu mohon Tuhan memberikan.
Benar saja. Doa ibu dikabulkan. Berselang setahun, kamu hadir. Berkulit kemerah-merahan dan berpipi gemuk, ibu dengar jelas isak tangismu. Waktu itu, kamu gelisah selalu. Hanya susu ibu yang bisa menenangkanmu.
Waktu terus berjalan. Kamu tumbuh besar. Ibu dan bapak menganggap kamu adalah satu-satunya harta berharga. Lebih berharga dari semua pemberian-Nya, selama sepuluh tahun pernikahan kami.Â
Iya, kamu berhasil menghangatkan kembali semangat kami dalam melanjutkan pelayaran bahtera rumah tangga.
Kamu baik sekali, Nak. Setiap ibu kesal, kamu selalu hadir menemani. Katamu dulu "Ibu jangan nangis, apa yang bisa Dedi lakukan untuk menghibur ibu?" Kendati kamu tak melakukan apa-apa, tetapi simpati dalam ucapanmu ibu rasakan hingga tak terhingga.Â
Seketika, ada energi dan semangat baru yang ibu dapat seusai mendengarmu. Apalagi, melihat senyummu yang manis itu. Tidak pernah berubah sejak kamu masih digendong ibu.
Kini, kamu sudah tidak bersama ibu. Serasa ada yang hilang. Entah kamu lupa, atau dibuat lupa, ibu tidak tahu. Tidak pernah lagi kamu hadir menyapa ibu. Mungkin kamu sibuk ya? Atau, ibu sudah tidak tinggal di hatimu?