Awalnya, hubungan kita baik-baik saja. Cinta yang dibangun bermodalkan kepercayaan, kesetiaan, dan perjanjian, kuharap bisa berlangsung lebih lama hingga ke pelaminan. Kemudian langgeng sampai kematian.
Kau masih saja rutin mengingatkanku untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Tepat di mana waktu aku harus makan. Iya, kau tahu aku mengidap maag, di mana satu-satunya jalan terbaik mengobati hanya dengan makan teratur.
Setiap jam makan, kau selalu mengirim foto terbaikmu, dengan baju yang kusuka, lewat Whatsapp. Tak lupa, kau berikan kata-kata yang selalu menggoda dan menggairahkan nafsu makanku.
"Selamat makan, Sayang. I love u".
Aku suka. Sangat suka. Tapi tidak lagi, semenjak kudengar kabar dari kedua orang itu. Dua sahabat dekatku.
***
"Yang, coba deh lihat itu" Kata Susi kepada pacarnya, sembari tangan meraih pipinya dan membelokkan ke arah yang dimaksudkan.
"Ada apa sih Yang, lagi enak nih." Andi terpaksa mengikuti arah tangannya dengan kunyahan makanan yang tertinggal banyak di mulutnya.
"Hoeeekk" Andi muntah. Dia terkejut. Mulutnya menolak kelezatan pizza ber-topping daging itu.
"Itu beneran Nora?" Andi berbisik di telinga Susi. Siang hari itu, dengan tak sengaja mereka melihat Nora duduk bersebelahan dengan seorang lelaki paruh baya. Duduk tidak seperti rekan kerja ataupun saudara. Kesan mereka.
Susi mengedipkan mata beberapa kali. Seakan menolak untuk percaya. Matanya tertuju pada tangan Nora yang memeluk erat pinggang lelaki itu, sembari disandarkannya kepala di bahunya.