Corona di media massa. Semua ramai mendiskusikannya. Sehari saja tidak ada berita Corona, sepertinya terasa tidak lengkap tampilan media massa. Selayaknya sayur yang tidak lengkap jika dimasak tanpa garam. Hambar.
Entah ini tulisan ke berapa yang telah membahas tentangIya, kita menjadi terbiasa bahkan sangat biasa. Semua dampak negatif akibat Covid19 telah dikupas tuntas panjang kali lebar kali tinggi, dengan berbagai narasumber yang sangat ahli. Penambahan jumlah penderita positifnya pun masih ada setiap hari. Sebuah fenomena yang terus menjadi setidaknya sampai di akhir tahun ini. Menggelegar sekali.
Banyak yang berteriak menderita gegara Covid19. Termasuk di dalamnya, para calon mempelai yang telah merencanakan pernikahannya jauh-jauh hari sebelum Corona datang ke Indonesia, jauh-jauh tahun bahkan.
Ada yang menunda untuk menikah menunggu virus mereda, ada yang tetap menikah dengan pilihan penyelenggaraan secara virtual, atau bahkan mungkin ada juga yang batal menikah. Ambyaaarrr...
Sekalipun memilih menikah semasa pandemi, yang pasti sukacitanya terbayang tidak semeriah pernikahan pra Corona. Iya, hadirin yang hadir pasti sedikit, bahkan mungkin tidak ada, hanya keluarga dekat.
Bagi pasangan yang menunda pernikahan, tenang, kalian tidak sedih sendirian. Penulis pun tidak kalah sedihnya dengan kalian.Â
Mengapa penulis merasa sedih? Karena hobi penulis sepertinya dalam jangka waktu yang relatif lama ke depan, tidak akan tersalurkan lagi. Iya, hobi mendendangkan lagu pernikahan di tengah kebahagiaan para mempelai. Bernyanyi.
Dalam setiap pernikahan yang penulis hadiri, kebanyakan terdapat hiburan musik yang terdiri dari biduan cantik dan para musisi band, minimal organ tunggal. Nah, sebelum menyantap makanan yang tersedia untuk para tamu, penulis selalu mendatangi mereka untuk sekedar bertanya bolehkah menyumbangkan lagu untuk para mempelai.Â
Kebanyakan menjawab boleh, tetapi tentunya dengan antrean. Iya, memang terkadang kesempatan ini menjadi ajang antrean orang-orang bersuara emas yang ingin turut melengkapi kebahagiaan mempelai dan para hadirin.
Di samping amplop (sudah wajib, kudu, pasti, kalau gag isi amplop kebangetan, wakakakak), bernyanyi di panggung pernikahan adalah salah satu hadiah dari penulis untuk tuan rumah, para mempelai. Di mana ada band, pasti penulis tidak pernah absen untuk menyumbangkan suara.Â
Apalagi kalau sang biduan wanitanya bisa ambil suara alto (suara dua wanita), kemudian kami berduet, wah itu sebuah kenangan indah yang pasti penulis tidak pernah lupakan. Iya, penulis sangat menyukai wanita yang pandai bersuara alto.Â
Semua ini tidak dibayar, karena penulis juga bukan anggota musisi pernikahan. Hanya karena suka aja menyanyi. Tanpa keterpaksaan dan gratis tis tis tis, wkakakakakaka.
Seperti diulas sebelumnya, Corona memang telah membuat sebagian orang menunda pernikahan. Hal ini berdampak juga pada menurunnya jumlah undangan pernikahan yang diterima oleh penulis.Â
Meskipun dapat, pernikahannya dilaksanakan secara virtual di mana tentu penulis tidak bisa hadir di sana. Akhirnya, hobi ini tidak bisa disalurkan untuk saat-saat ini. Buyaaaarrr.
Semoga jangan lama-lama yak, karena penulis sudah kangen bercumbu dengan mic pernikahan, wkakakakaa.
7 Resep Mujarab Mengobati Penyakit Takut Bernyanyi di Muka Umum. Semoga bermanfaat.
Sebagai penutup, agar ada sedikit manfaat bagi pembaca daripada hanya sekedar membaca curahan hati penulis, berikut penulis bagikan tips untuk tidak takut dan tidak gugup ketika bernyanyi di depan banyak orang, dalam tulisan yang berjudul...
Jakarta,
23 Juli 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H