Sekilas setelah meng-klik judul tulisan ini, pembaca pasti langsung menebak bahwa penulis akan memaparkan sebuah kondisi daerah di pulau Sumatera. Kalau ada yang seperti itu, maaf, pembaca salah besar, hehe.
Bukan bermaksud untuk menjebak, tetapi memang ketika membaca nama dan penulis belum bercerita, sudah terlihat sebuah kata yang identik dengan pulau Sumatra, Tanah Batak. Horas, Horas, Horas.
Iya, memang dari nama ternilai sangat Batak, muka pun sama, ke-batak-an (persegi, kotak, dan lebar). Orang Batak, itulah penulis. Lebih lengkapnya, orang Batak yang lahir di pulau Jawa. Pejabat, kalau orang banyak bilang. Peranakan Jawa Batak, hehe. Syukur-syukur jadi pejabat benaran, aminnnnnn.
Julukan pejabat yang disematkan ke penulis tadi, tidak betul sepenuhnya. Mengapa? Karena kedua orang tua penulis, asli orang Batak. Bapak bermarga Simanjuntak, sementara mama boru Dongoran.
Nah, walaupun begitu, tidak menjamin juga anaknya lahir di tanah Batak. Iya, penulis tidak pernah bisa meminta kepada orang tua ingin dilahirkan di mana, hanya bisa menerima. Karena orang tua adalah perantau, maka lahirlah penulis ke dunia ini di sebuah kabupaten di pulau Jawa, Jepara namanya.
...
Kabupaten Jepara, sebuah daerah di pulau Jawa, tepatnya di provinsi Jawa Tengah bagian utara. Merupakan daerah pesisir pantai, yang berbatasan air dengan Laut Jawa dan berbatasan darat dengan Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Pati.
Penulis bangga lahir di daerah ini. Meskipun memiliki wilayah yang tidak terlalu luas, tetapi dari sini telah lahir seorang pribadi yang namanya telah luas terdengar di seantero negeri ini, bahkan sampai ke wilayah mancanegara.
Siapa yang tidak kenal dengan Raden Ajeng Kartini? Pahlawan emansipasi wanita yang lahir di sini pada tahun 1879. Seorang pejuang pembela hak kaum perempuan semasa penjajahan Belanda, dengan tulisan tenarnya yang berkata "Habis Gelap Terbitlah Terang". Betul-betul sungguh bangga, kami berdua, penulis dan Beliau, sama-sama lahir di daerah yang sama. Meskipun, tahunnya sangat jauh berbeda, hehe.
Hal kedua yang terkenal dari sini adalah ukiran. Jepara, Kota Ukir. Julukan yang telah tergaung dimana-mana dan masih berlaku sampai saat ini, meskipun sudah tidak zaman keemasannya lagi.Â
Semasa penulis menempuh pendidikan lanjutan, tepatnya di tingkatan pertama, muatan lokal Ukir adalah mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah. Jadi, udah pernah ini tangan memegang pahat dan kayu, walaupun hasil ukiran di kayu tersebut jauh dari kata bagus, hehe.