Berkembang kini kontroversi apakah Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta mempunyai legal standing untuk mengajukan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Todung Mulya Lubis, advokat senior di negeri ini, berpendapat bahwa Prabowo-Hatta tidak mempunyai “legal standing” lagi untuk mengajukan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilpres ke MK. Alasannya, Prabowo-Hatta telah menyatakan mengundurkan diri dari Pilpres 2014 (Okezone, 24/07/2014). Sedangkan ahli hukum tata negara Margarito Kamis dalam suatu wawancara di stasiun televisi swasta menyatakan sebaliknya. Margarito Kamis berpendapat, Prabowo-Hatta hanya menyatakan mengundurkan diri dari proses rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilpres 2014, bukan dari keseluruhan rangkaian penyelenggaraan Pilpres 2014.
Saya tidak tertarik untuk memperdebatkan APA PERSISNYA yang dinyatakan oleh Prabowo Subianto dalam pidatonya pada tanggal 22 Juli 2014 yang salinannya kemudian disampaikan oleh Saksinya kepada Ketua KPU dalam Rapat Pleno KPU pada hari itu. Hal yang demikian itu hanya menghadapkan kita pada perdebatan semantik yang belum tentu memberikan kejelasan di seputar logika yuridis dan implikasi yuridis dari pidato tersebut dalam konteks regim pilpres yang kini berlaku di Indonesia. Hal lebih peting untuk dicermati adalah: BAGAIMANA SIKAP KPU terhadap pidato Prabowo Subianto tersebut?
Sebagaimana kita ketahui, KPU telah menetapkan pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2014 melalui Keputusan KPU No.: 453/Kpts/KPU/Tahun 2014 tertanggal 31 Maret 2014. Dalam keputusan tersebut, KPU telah menetapkan dua pasangan capres-cawapres, yakni: Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai suatu produk hukum badan/pejabat tata usaha negara, Keputusan KPU No.: 453/Kpts/KPU/Tahun 2014 harus dianggap sah sejak diterbitkan sampai dengan dinyatakan sebaliknya oleh instansi yang berwenang untuk itu.
Sehubungan dengan pidato yang disampaikan oleh Prabowo Subianto pada tanggal 22 Juli 2014, pertanyaan yang hendaknya diajukan adalah: Apakah KPU pernah menindak-lanjuti pidato Prabowo Subianto tersebut dengan sesuatu tindakan hukum yang bersifat mencabut, membatalkan ataukah merubah isi Keputusan KPU No.: 453/Kpts/KPU/Tahun 2014 sepanjang menyangkut pencalonan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014?
Apabila hal yang demikian itu pernah dilakukan oleh KPU, maka kedudukan hukum Prabowo-Hatta dalam rangkaian Pilpres 2014 menjadi berubah dibandingkan dengan pada saat Keputusan itu diterbitkan. Sedangkan apabila KPU tidak pernah melakukan hal yang demikian, maka kedudukan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014 sampai dengan saat ini masih tetap menjadi Pasangan Capres-Cawapres 2014 sebagaimana pada ketika Keputusan itu diterbitkan. Logika yang demikian itu didasarkan pada:
1). ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf g UU No.: 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu juncto Pasal 21 ayat (1) UU No.: 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang pada intinya menyatakan bahwa KPU-lah yang berwenang untuk menetapkan pasangan capres-cawapres yang telah memenuhi persyaratan;
2). ketentuan Pasal 22 ayat (2) UU No.: 42/2008 yang berbunyi: “Salah seorang dari Pasangan Calon atau Pasangan Calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU.”
Dari konstatasi norma-norma hukum di atas dapatlah kita ketahui betapa pernyataan salah seorang dari pasangan calon atau pernyataan pasangan calon, ---kalau pun sungguh-sungguh menyatakan mengundurkan diri---, tidak serta-merta mengakibatkan kebatalan pencalonannya dalam pilpres yang sedang berlangsung. Pencalonan suatu pasangan capres-cawapres dalam suatu rangkaian penyelenggaraan pilpres hanya batal apabila produk hukum yang menetapkan pencalonannya itu telah dicabut, dibatalkan, ataupun diubah oleh instansi yang berwenang untuk itu.
Sepanjang yang dapat saya telusuri, Keputusan KPU No.: 453/Kpts/KPU/Tahun 2014 belum pernah dicabut, dibatalkan, atau pun diubah sepanjang menyangkut penetapan Prabowo-Hatta sebagai Pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2014. Oleh karena itu, sampai dengan saat ini, Prabowo-Hatta masih sah sebagai Pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2014. Oleh karena itu pula, Pasangan Prabowo-Hatta masih tetap mempunyai “legal standing” untuk mengajukan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilpres kepada MK sampai dengan berakhirnya tenggang waktu diberikan oleh Pasal 201 ayat (1) UU No.: 42/2008, yakni tiga hari setelah penetapan hasil Pilpres oleh KPU.
Mengingat penetapan hasil Pilpres oleh KPU berlangsung pada tanggal 22 Juli 2014, maka batas waktu yang tersedia bagi Pasangan Prabowo-Hatta untuk mengajukan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilpres kepada MK adalah hari Jumat tanggal 25 Juli 2014 kurang-lebih sampai pukul 20 WIB,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H