Pada kesempatan sharing di podcast Koran Pikiran Rakyat, Kang Emil sempat menyampaikan pentingnya hasil-hasil pembangunan dikomunikasikan kepada masyarakat dengan menarik dan efektif melalui media sosial. Sehingga pihaknya mendorong bahkan melombakan tiap dinas untuk melakukannya.
Hal tersebut tentu berpengaruh besar dalam membentuk tidak hanya pengetahuan dan pemahaman, tapi juga dukungan publik terhadap kebijakan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
Tokoh politik lain yang terpantau aktif dalam brand Journalism lewat media berbasis internet diantaranya.
Dedy Mulyadi mantan Bupati Purwakarta dua periode yang saat ini menjadi anggota DPR RI. Dengan "konten sidak" menyoroti kebijakan publik dan kehidupan sosial sehingga mendapat perhatian masyarakat, termasuk pro kontra tentang kewenangan di akun FB Â Kang Dedy Mulyadi Chanel.
Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah juga aktif menyebarluaskan aktifitasnya lewat media sosial. Interaksi dengan masyarakat dan berbagai aktifitas selama menjalankan tugas dan kehidupan keluarga.
Anies Baswedan, gubernur DKI Jakarta yang selama ini aktif membagikan kegiatan dan pemikirannya melalui FB, bahkan belakangan meluncurkan Chanel YouTube khusus untuk menyampaikan kebijakan yang ditempuh kepada masyarakat luas.
Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri, termasuk Sandiaga Uno semakin aktif menyampaikan informasi berbagai aktifitasnya selama menjalankan tugas. Hal tersebut tentu bertujuan untuk memberi "laporan" atau setidaknya mengurangi ketidakpastian atas berbagai kebijakan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
Tak dipungkiri banyak pihak menganggap "marketing by news" atau "brand Journalism" Â lebih efektif juga lebih efisien dalam membangun citra, ketimbang "beriklan".
Meski patut diakui dalam beberapa kebutuhan, "beriklan" secara "hard selling" lebih memberi kepastian akan keutuhan pesan yang disampaikan, sehingga dengan frekuensi yang tepat akan membentuk persepsi yang lebih cepat dan tepat sesuai dengan batas waktu yang diharapkan. Kendati demikian kebutuhan biayanya jauh lebih besar ketimbang dengan publikasi lewat produksi peristiwa atau opini yang layak disebarkan oleh media dan masyarakat.
Perbedaan lain adalah yang pertama, dilakukan secara perlahan-lahan hingga kesan yang terbentuk lebih berakar kuat dan memastikan selalu ada dalam "top of mind" masyarakat. Sementara yang kedua lebih instan dan membentuk persepsi lebih cepat dalam kurun waktu sesuai kebutuhan. Yang kedua ini sangat cocok untuk keperluan komunikasi penanggulangan kedaruratan, jelang pencoblosan  dan sejenisnya.
Kombinasi keduanya menjadi formula yang oleh para pakar "media mix strategi" digunakan termasuk untuk kepentingan komersial maupun sosial.