Mohon tunggu...
Honny Maitimu
Honny Maitimu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Arsitek

seperti air mengalir dan angin bertiup......

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menikmati Secangkir Kopi Dalam Suasana Jadul

12 Desember 2014   20:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:26 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_340857" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana Jalan Alketeri Bandung"][/caption]

Di antara deretan toko penjual kain gordyn  sepanjang jalan Alketeri kota kembang Bandung, terdapat satu warung kopi yang keberadaannya sangat kontras dengan lingkungan sekitarnya. Orang yang berjalan ataupun penumpang mobil yang sedang berlalu lalang tidak terlalu memperhatikan keberadaan warung kopi ini. Hanya Auwning kain warna hujau selebar bangunan dan sebuah papan nama berbentuk elips - dengan tulisan merah bata yang menjulur dari dinding lantai dua sebuah bangunan tua dengan arsitektur era kolonial yang telah mengalami metamorfosa - sebagai petunjuk keberadaan warung kopi ini.

“Warung Kopi Purnama sejak 1930” demikian tulisan dalam papan nama tersebut. Begitu kaki melangkah masuk, suasana jaman dulu begitu terasa. Atmosfir yang pernah saya hirup seolah terasa kembali, walaupun bukan di tempat ini. Kenangan indah masa kecil saat menikmati suasana warung kopi milik ayahanda almarhum di kota Ambon tiba tiba terlintas tanpa disadari.

14183645571572439962
14183645571572439962
Ruangan dalam warung kopi ini sekitar 50m2, plafon yang cukup tinggi membuat nyaman tanpa bantuan pendingin udara. Dindingnya berwarna kream dihiasi beberapa foto jaman dulu yang digantung sebagai penghias sekaligus bercerita tentang sejarah warung ini. Border kayu berbentuk list pada bagian bawah dinding dengan warna kontras dipadu warna coklat dinding menjadi elemen estetika ruang yang terkesan sederhana tapi bersih. Sedikitnya ada sepuluh meja makan dengan masing-masing empat kursi. Meja makannya terbuat dari kayu yang relative baru. Menurut pemilik, interior warung kopi ini sudah mengalami perubahan, disesuaikan dengan tuntutan jaman. Yang tidak berubah adalah pengunjungnya.

14183646651529484488
14183646651529484488

14183648582086137452
14183648582086137452

Baik generasi tua maupun yang muda, mereka semua datang dengan satu tujuan, menikmati secangkir kopi ditemani camilan khas warung kopi ini, yaitu roti dengan selai srikaya yang diproduksi sendiri berdasarkan resep turun temurun.  Menurut  Aldi Rinaldi yang mengelola warung ini, pengunjung biasanya menikmati sarapan pagi sebelum berangkat kerja bahkan ada yang kembali lagi untuk makan siang sambil ngobrol dengan teman sesama pencinta kopi dalam atmosfir jaman dulu alias jadul. Selain kopi dengan roti srikaya, warung ini juga menyediakan berbagai makanan ala kuliner kota Bandung.

Pagi itu di salah satu pojok, dua orang kakek sedang ngobrol dengan tiga anak muda berusia 30an tahun, sambil mendengar musik dari gadget melalui speker mungil yang  mereka bawa. Walupun suara ketiga anak muda ini dengan logat Jawa Barat yang kental dan volume suara yang tidak kecil, tetapi sepertinya tidak mampu mengusik seorang pengunjung yang sedang menikmati secangkir kopi dengan komputer di depannya. Suara kedua anak muda tadi cukup keras seolah berlomba dengan suara musik era 70an membuat saya dapat mendengar percakapan mereka.

[caption id="attachment_340864" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama Ibu Tina, Redaktur Harian PR Bandung"]

14183649611179329660
14183649611179329660
[/caption]

Selagi menikmati secangkir kopi es dan sepiring nasi gulai daging sapi, sebagai menu sarapan pagi, saat tiba di Bandung hari itu, saya dikejutkan dengan sapaan sopan seorang wanita yang menanyakan kesedian saya untuk diwawancara.  Wanita yang datang dengan seorang anak perempuannya yang berusia sekitar 8 tahun serta ditemani oleh seorang fotografer, ternyata seorang wartawati harian besar dan terkenal di kota Bandung. Ibu Tina, saya menyebutnya demikian setelah kita berkenalan.  Ibu Tina, seorang redaktur yang sedang ditugaskan untuk meliput dan mengangkat cerita spesifik tentang kuliner khas kota Bandung. Sebagai seorang Kompasianer, tentu dengan senang hati saya melayani permintaan ibu muda ini sambil juga mempromosikan blog keroyokan yang dikomandani oleh kang Pepih Nugraha sebagai COO-nya  serta tidak lupa memperkenalkan “KPK”

Dari ibu Tina yang juga warga kota Bandung, saya banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang dunia kuliner di kota ini. Satu hal yang perlu dicatat dari pembicaraan tadi, apabila anda bermaksud menikmati atmosfir jaman dulu di warung ini, datanglah dengan menggunakan kendaraan umum. Tempat parkir di jalan Alketeri ini memang terkenal susah karena selalu terisi oleh armada angkutan pemilik toko. Seperti pengalaman rombongan ibu Tina harus berputar dua kali sebelum akhirnya memperoleh tempat parkir, kendatipun cukup jauh dari warung ini.

Anda terutama warga KPK alias Kompasianers Penggila Kuliner yang penasaran dan berminat merasakan sensasi jadul warung ini, silahkan menuju jalan Alketeri. Jalan ini letaknya di jalan Asia Afrika, salah satu jalan utama di kota Bandung. Patokannya bekas alun alun kota Bandung. Letak jalan Alketeri di sebelah kanan jalan dengan sistem lalu lintas satu arah, jalan Alketeri hanya sekitar 100 meter dari Mesjid Raya kota Bandung. Hati-hati ambil lajur kanan karena lalu lintas kota Bandung tidak kalah ganasnya dengan Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun