Mereka adalah hasil dari sistem pendidikan dan paradigma mengajar yang hanya memaksa siswa-siswi untuk menghafal, dan memuntahkan kembali melalui ujian. Dalam paradigma mengajar seperti itu, orang yang berpikir kritis seringkali menjadi musuh bersama.Â
Ketika ruang publik dan dunia politik dijajah oleh agama, ekonomi  dan pendidikan yang salah arah, maka nalar pun lenyap. Diskusi dan perdebatan menjadi rendah dan miskin wawasan.Â
Ini kiranya yang terjadi dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Jika hal ini terus dibiarkan, maka hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin bermutu rendah yang akan merugikan rakyat banyak.
Sikap kritis
Apakah politik Indonesia masih bisa diselamatkan dari kebiadaban yang ia buat sendiri? Harapan selalu ada. Namun, politik itu adalah tata kelola harapan. Kita maju satu langkah untuk mundur setengah langkah. Ada satu hal mendasar yang kiranya bisa dilakukan.
Hal tersebut adalah kita perlu terus bersikap kritis pada penjajahan ruang publik yang dilakukan oleh agama dan ekonomi.Â
Bersikap kritis berarti kita tidak mudah percaya. Kita akan terus mempertanyakan sesuatu sampai kita menemukan dasar yang kokoh untuk percaya.
Dengan berpikir kritis, kita tidak mudah terombang ambing oleh kabar burung dan berita hoaks yang tak jelas sumbernya.
Selanjutnya, hal yang perlu kita jaga adalah ruang publik kita. Ruang publik demokratis adalah ruang publik untuk semua pihak, baik kalangan yang beragama, ataupun tidak. Ia adalah ruang terbuka, tempat berbagai pembicaraan tentang masalah hidup bersama dilakukan, tanpa rasa takut.
Sikap kritis ini perlu dikembangkan di berbagai jenjang pendidikan, baik di dalam keluarga, maupun di dalam berbagai tingkat institusi pendidikan.
Selama sikap kritis terawat, maka sikap beradab masih dalam jangkauan harapan. Hal itu juga berarti, demokrasi, keadilan sosial, dan  perdamaian masih bisa terwujud.