Mohon tunggu...
Rendy Pamungkas
Rendy Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Univeritas Ahmad Dahlan

Beginner Author.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PPDB, Zonasi atau Inklusi?

17 Juli 2024   10:03 Diperbarui: 17 Juli 2024   10:03 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PPDB, antara Zonasi dan Inklusi

Hasmy Rendy Pamungkas & Iyan Sofyan

Mahasiswa PBI dan Dosen PG PAUD FKIP Universitas Ahmad Dahlan

Beredar luas di media sosial, dalam suasana penuh emosi. Seorang ayah di Bogor menjadi sorotan setelah mengambil tindakan ekstrem dengan mengukur jarak antara rumahnya dan sekolah secara manual. Pria tersebut, Billy Adhiyaksa, merasa kecewa karena anaknya tidak diterima dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi. Meskipun rumah mereka berada dalam jarak yang sangat dekat dengan SMAN 3 Bogor (Kompasiana, 2024). Masalah ini seolah sudah menjamur di Indonesia dengan waktu yang sudah lama. Pendidikan yang harusnya memberikan solusi berbanding terbalik memberikan depresi.

Berkaca dari tahun tahun sebelumnya, sistem pendidikan yang masih dipakai oleh pemerintahan kita masih belum juga menemui titik yang tepat. Seperti pada hal penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang masih belum merata dari berbagai kalangan masyarakat. Mulai masalah dari jalur zonasi, prestasi dan lainnya. Padahal kita sudah melakukan reformasi dan pergantian Menteri Pendidikan. Namun rencana yang digalakkan masih belum maksimal hasilnya. Lalu masyarakat seakan kalut dengan sistem dan cara yang masih kurang jelas terlaksana dari pemerintah.

Di lapangan, masih banyak sekali terkait kecurangan atau ketidakjelasan pendataan dari berbagai sekolah. Seperti yang terjadi di SMA Kota Palembang, Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman Republik Indonesia Diah Suryaningrum mengatakan kecurangan di PPDB 2024. "Peserta di dalam (PPDB) masuk perangkingan, namun di pengumuman tidak". Dari kasus diatas memang masih menjadi pertanyaan apakah sistem yang sudah diterapkan ini sudah bagus apa memang harus di reformasi kembali dari segi sistem, sekolah, dan aturan dari pemerintah. Namun langkah pemerintah dalam mengatasi pendidikan agaknya sudah melalui beberapa cara. Mulai pergantian menteri pendidikan, Sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan yang seharusnya mewarnai dunia pendidikan Indonesia lebih maju bukan stagnan.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Leksono menambahkan. Adanya sejumlah aduan anak-anak yang seharusnya dapat masuk mekanisme PPDB 2024 jalur afirmasi tetapi tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos). "Yang kurang mampu tapi karena tidak masuk di data DTKS, akhirnya mendapatkan hambatan di situ. Kemudian tentu masih banyak pengaduan yang kami terima soal pungutan liar (pungli)," ucapnya. Kurang adanya edukasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat secara umum yang masih dalam tergolong 'awam'. Hal ini menyebabkan keraguan dari masyarakat mengenai kejelasan sistem pendaftaraan sekolah.

Hal seperti ini di Indonesia seolah olah memang sudah dianggap biasa. Padahal apa yang disebut pungli sangat mencederai sistem dan kualitas pendidikan di negara kita. Sudah seharusnya pemerintah melakukan dan mencontohkan perilaku yang baik bagi masyarakat sehingga atmosfer pendidikan dan politik kita terjaga. Pungli juga tidak baik bukan hanya dari segi kegiatan interaksi atau tawar menawar. Pungli juga sangat berbahaya bagi mental antara yang memberi dan yang menerima. Maka dari itu segala kasus pungli khususnya pungli   terhadap pendidikan harus kita hilangkan jika ingin dunia pendidikan Indonesia maju dan tidak mengalami krisis pendidikan.

Di sisi lain, sebagian masyarakat juga agak keberatan dengan masalah biaya sekolah yang tinggi. Terlebih lagi dibeberapa sekolah, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti praktik jual beli seragam sekolah yang mahal. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri memaparkan, jenis seragam sekolah sekarang sangat beragam. Dalam observasi P2G di lapangan, para siswa minimal memiliki lima jenis seragam sekolah yang berbeda, di antaranya meliputi: seragam putih abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang SD dan SMP; seragam olahraga; seragam pramuka; seragam Jumat bagi yang Muslim; dan seragam khas daerah atau sekolah, salah satunya batik. Penuntutan siswa untuk berseragam agaknya harus dievaluasi oleh pemerintah. Fatal apabila menyamaratakan semua penduduk bahwa mereka adalah golongan kelas menengah.

Fakta tersebut juga membuktikan bahwa pendidikan nasional Indonesia masih membebani orangtua siswa karena biayanya yang mahal. Selain seragam sekolah, orangtua harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya, yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas, dan buku. Semuanya harus dipenuhi ditambah uang pangkal dan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) khusus sekolah swasta. Belum lagi uang jajan anak anak mereka demi bisa membantu aktivitas persekolahan mereka. Belum juga setiap daerah dan sekolah mempunyai harga spp yang berbeda juga. Tentu ini lebih menjadi masalah bagi saudara saudara kita di Timur dan daerah pelosok sana. Kondisi geografis yang tidak dibangun fasilitas, minim sarana pendidikan dan keterbatasan pengajar.

Hal tersebut sudah terjadi di negara kita berpuluh puluh tahun yang lalu. Masalahnya kurangnya pemerataan dan kesetaraan untuk memperoleh pendidikan yang bagus masih menjadi  momok yang besar bagi pemerintah negara kita. Harus ada penggerak yang inovatif, real dan relevan agar permasalahan pendidikan yang sedang di hadapai cepat terselesaikan. Apa yang sedang dihadapi pemerintah sekarang sebenarnya ada pada bagian sistem dan pejabatnya. Sistem yang diterapkan pada saat ini belum menampakkan hasil yang maskimal dan maju. Pelaksana pendidikan juga harus independen dan berkualitas, mereka yang berada di lembaga, kantor dan sekolah harus benar benar mewujudkan pendidikan berdasar pancasila bukan hanya sebatas kebijakan jangka pendek dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun