Indonesia merupakan sebuah negara agraris. Sebutan seperti itu sudah umum dikenal masyarakat sejak pendidikan dasar di mata pelajaran sosial tingkat awal. Indonesia sebagai negara agraris sudah melekat secara turun temurun dari waktu ke waktu.
Banyak kisah sejarah yang mengatakan sebutan itu. Sebutan tersebut dikatakan telah dimulai sejak masa prasejarah, atau sejak awal zaman kerajaan Hindu Budha, atau sebagainya, sehingga membuat khalayak menerimanya. Namun sekarang julukan itu tidak lagi relevan dengan Indonesia yang sekarang.
Jika negara agraris didefinisikan secara sederhana maka negara agraris  adalah negara yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani, maka Indonesia masih relevan dengan sebutan itu.
Tetapi apabila definisi negara agraris adalah negara yang perekonomiannya tergantung pada sektor pertanian maka, sebutan itu tidak lagi relevan. Bahkan Indonesia tidak lagi layak untuk menerima julukan tersebut. Menurut Riwanto (2007), pertanian menjadi sektor yang menopang perekonomian di negara agraris.
Namun berdasarkan data dari BPS triwulan-III pada tahun 2019, ekonomi Indonesia masih ditopang oleh sektor industri  dengan pencapaian sebesar 19,62 %. Sedangkan pertanian berada dibawahnya dengan pencapaian sebesar 13,45 %. Hal ini dikarenakan rasio lahan dan SDM yang tidak lagi ideal.
Mantan wakil menteri pertanian, Bayu Krisnamurthi, saat ini land man ratio Indonesia 0,2 hektare lahan pertanian per orang. Angka rasio itu terus menurun hingga saat ini. Lahan sebesar itu dipakai untuk menanam padi, berkebun, peternakan sapi, dan sebagainya yang harus menopang kebutuhan pangan dan lain sebagainya di Indonesia.
Belum lagi pengurangan lahan pertanian terutama sawah akibat pembangunan infrastruktur, pabrik maupun perumahan. Salah satunya yaitu penggusuran ratusan sawah produktif petani di Batang, Jawa Tengah untuk membangun PLTU. Padahal menurut Hardjowigeno (2005), pembuatan lahan sawah membutuhkan waktu 5-10 tahun.
Selain pengurangan lahan pertanian akibat pembangunan, sektor pertanian di Indonesia tidak lagi menjanji masa depan. Oleh karena itu banyak anak muda yang enggan masuk ke dalam sektor pertanian.
Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah dan perilaku pemerintah yang terlihat kurang mendukung para petani. Sebagai contoh ketika petani sedang panen raya padi, pemerintah justru mengimpor beras sehingga harga beras lokal menjadi jatuh.
Pemerintah seolah tidak mendukung secara penuh sektor pertanian di Indonesia. Tindakan seperti ini semakin menyulitkan petani dan menghilangkan daya tarik bagi anak muda sebagai penerus petani di Indonesia.